“Malam ini, papah mengumpulkan
kalian semua ada hal yang harus Papah sampaikan terkhusus untuk kamu Nayla..”
Papah buka suara
Aku terkejut dan heran ketika namaku
disebut “Aku ??” tanyaku
“Papah
sudah mempertimbangkannya. Sebagai anak sulung dan Papah rasa usiamu sudah
cukup untuk menuju jenjang pernikahan” Ucap papah
Seketika wajahku merona, mungkinkah
papah menyetujui hubunganku dengan Gary? Yang selama ini bahkan beliau sangat
keras menentangnya
“Papah sudah menemukan orang yang
tepat untukmu.. ia anak dari kolega Papah. Minggu depan mereka sekeluarga akan
datang ke rumah ini, Papah harap kamu segera mempersiapkan diri” Papah berucap
lugas tanpa melihat bendungan air mataku
“Tapi..Pah..aku sudah mencintai
orang lain” Jawabku dalam isak
“Siapa? Gary? Apa yang bisa
diharapkan dari orang macam dia ? sudah jelas kalia berbeda keyakinan,,sampai
kapanpun Papah tidak akan pernah merestui…!!” Ucap Papah tegas
“Mah…” aku meminta pembelaan dari
Mamah, tapi beliaupun angkat tangan. Karena kami semua tau segala keputusan
Papah adalah mutlak tak aka nada yang berani menentangnya.
Tak dapat kubendung lagi, air mata
ini mengalir teramat deras. Aku segera berlari, mengunci pintu dan mengurung
diri dalam kamar. Aku memandangi fotoku berdua bersama Gary, ku kenang
kebersamaan kami dahulu yang bahagia, hubungan yang terjalin di atas perbedaan.
Mungkinkah sejak awal terbinanya hubungan ini sudah menjadi kesalahan?
Aku mengenal Gary dari forum Photography yang ku ikuti di kampus.
Saat itu ia bertugas sebagai mentor, itu artinya ia seniorku dua tahun di
atasku. Aku tidak pernah menyangka sebelumnya bahwa hubungan kami semakin dekat
sehingga terjalinlah hubungan kasih itu.
Perjalanan kami memang tidak mudah,
begitu banyak rintangan yang kami hadapi dan yang paling berat adalah restu
dari orang tua kami masing-masing terutama Papah yang memang sangat menentang
keras hubungan ini. Namun begitu, lima tahun kami dapat lalui meski tanpa
ketidak setujuan orang tua kami, walaupun kami belum tahu akan berkakhir
seperti apa hubungan ini nantinya.
Tiba-tiba Mamah mengetuk pintu,
dengan mata yang masih sembab aku menemuinya dan membukakan pintu. Mamah
memelukku
“Mamah mengerti apa yang kamu
rasakan…tapi ini sudah keputusan Papah Nay..” Ucap Mamah menenangkan
Aku rebahkan kepalaku di atas
pangkuan Mamah
“Tapi Mah..aku sangat menyayangi
Gary. Aku tidak sanggup untuk berpisah
darinya” dan aku menangis lagi
Mamah membelai rambutku
“Nayla..tolong mengerti, sebuah
hubungan di atas perbedaan tidak selamanya akan berjalan baik. percayalah, tak
mungkin kami menjerumuskanmu. Pilihan Papah adalah yang terbaik”
“Mah..bagaimana mungkin aku bisa
menikah dengan orang yang tidak kucintai”
“Cinta itu bisa tumbuh dengan
sendirinya, kebersamaan kalian lah nantinya yang akan menumbuhkan rasa diantara
kalian” Mamah berkata bijak
“Nayla, tidak mengenal laki-laki itu
Mah..jadi bagaimana mungkin Nayla bisa jatuh cinta dengannya..!!”
“Kamu mengenalnya, ia teman kecilmu
dulu. Selama ini ia tinggal di Surabaya”
“Teman kecilku??? Siapa?”
“Gilang…kamu fikirkanlah terlebih
dahulu. Kami ingin yang terbaik untukmu nak..” Mamah berlalu keluar,
meninggalkanku kembali dalam kesunyian
Aku kembali merenung, kali ini
fikiranku bercabang . Apakah aku harus menuruti orang tuaku namun melepaskan
cinta yang selama ini telah mengakar dalam atau sebaliknya, memperrtahankan
cinta ini namun membantah orang tua ku. Lalu ada hal lain, nama di masa laluku
kembali muncul, Gilang . Entah sudah berapa lama kami tak berjumpa, dahulu
Nayla kecil dan Gilang kecil memang sangat akrab walaupun kenakalan Gilang kerap
membuatku menangis. Namun,satu hal yang tak bisa terhindari saat itu adalah perpisahan,
saat dimana Gilang dan keluarganya
pindah ke kota lain, tak berhenti-hentinya aku menangis, bahkan aku ingat dulu
Mamah sampai harus membujuk agar aku mau berhenti menangis.
Beberapa hari kemudian, aku sudah
pada keputusanku, aku meminta Gary menemuiku di taman kota tempat kami biasa
menghabiskan waktu bersama. Dengan senyumnya yang merekah Gary menghampiriku,
ia membawa sekotak coklat. Ia sangat tau bahwa aku begitu menyukai coklat
“Untuk kamu, Mamah baru pulang dari
singapura” Ucapnya seraya menyerahkan kotak coklat itu
Dengan tidak bersemangat aku
menerimanya “Terima kasih”
Gary duduk disampingku “Kamu lesu sekali..apa
kamu sakit??” Gary menyentuh keningku khawatir
Aku hanya menggelengkan kepala “Ada
sesuatu yang harus aku sampaikan” aku berkata hati-hati
“Ya..sudah katakana saja..ga
biasa-biasanya kamu mau bicara aja pakai izin, hahahaha” Gary tertawa
“Gary..ini serius menyangkut
hubungan kita.” Ucapku mulai tegas “Kemana arah tujuan hubungan ini? Aku butuh
kepastian..” lanjutku kemudian
Tiba-tiba Gary terdiam, keheningan
terjadi diantara kami hingga beberapa saat kemudian akhirnya aku buka suara
“Papah menjodohkan aku dengan anak
kolega nya”dengan sangat berat hati akhirnya aku katakana juga
Gary terkejut “Terus kamu mau??”
“Siapa yang bisa menolak keputusan
Papah…”
Gary terlihat murung, “Apa kamu
tidak mencintai aku lagi??”
“Cinta yang aku punya terlalu dalam ke kamu…aku pun berat banget menerima semua ini…!! Tapi apa dayaku, sebagai seorang anak tidak mungkin aku membantah orang tuaku” Jawabku “Dan..itu berarti kita tidak mungkin untuk bersama..hubungan ini harus diakhiri”Lanjutkku kemudian
“Cinta yang aku punya terlalu dalam ke kamu…aku pun berat banget menerima semua ini…!! Tapi apa dayaku, sebagai seorang anak tidak mungkin aku membantah orang tuaku” Jawabku “Dan..itu berarti kita tidak mungkin untuk bersama..hubungan ini harus diakhiri”Lanjutkku kemudian
Gary hanya terdiam lesu, terlihat
sekali wajahnya yang sangat kecewa.
“Maafin aku, aku harus pergi…” aku
berlalu meninggalkan Gary sendiri dengan kotak coklat pemberiannya. Dalam
langkah aku pun menangis, aku tahu kami berdua sama-sama terluka.
Malam penentuan itu pun tiba,
keluarga Gilang menepati janji mereka datang untuk acara lamaran sederhana.
“Nayla, sekarang tambah cantik ya..”
Ibu Gilang memuji
Saat itu kami sekeluarga seudah
berkumpul rapi di ruang tamu, pertemuan dua keluarga.
“Terima kasih tante..” jawabku
dengan wajah tertunduk
“Nayla…ajak Gilang sana mengobrol di
taman” Perintah Papah
“Iya Pah..”dan aku hanya bisa
menurut, aku berjalan ke arah taman pekarangan rumah di ikuti Gilang
Ketika di taman, kami berdua duduk
berdampingan saling bercerita satu sama lain, layaknya teman yang memang sudah
lama tidak berjumpa. Sedang asyik-asyiknya berbicang tiba-tiba hujan turun
dengan derasnya, kami segera berlari menepi hendak masuk kedalam rumah hingga
tiba-tiba suara yang amat sangat kukenal memanggil-manggil namaku di depan
pagar.
“Nayla…Nayla….”Panggilnya lirih
dibawah derasnya hujan
“Gary” tanpa berfikir lagi aku
segera berlari menemui asal suara, tak kuperdulikan hujan, aku menerobosnya
“Gary..apa yang kamu lakukan disini?? Hujan-hujanan juga…nanti kamu sakit”
ucapku dengan nada khawatir
“Nay..tolong janagan tinggalin aku,
ikutkah bersamaku kita pergi dari sini. Dari orang-orang yang menentang
hubungan kita” Pinta Gary, ia menarik lenganku
Hampir saja aku terbawa suasana
perasaanku terhadapnya hingga tiba-tiba wajah Gilang muncul dalam bayanganku.
Dengan segera aku melepaskan genggaman Gary, ia terlihat terkejut “Maaf..aku ga
bisa ikut bersamamu..aku tidak mungkin menyakiti orang tuaku”
Dan tiba-tiba Papah sudah berada di
belakangku
“Nayla…masuk kamu” Papah bicara
murka “Dan..hei Kamu jangan lagi mendekati Nayla, dia sudah jadi calon istri
orang” Papah sangat marah sekali pada Gary
“Tapi, om saya sangat mencintai
Nayla..saya mohon izinkan Nayla untuk tetap bersama saya” Gary mengiba
“Cepaat Pergi Kamu…!!” Papah segera
menarikku kedalam
Aku segera berlari ke kamar, rasanya
begitu pedih. Aku hanya bisa menyaksikan dari jendela orang yang kucintai
memendam kecewa dibawah derasnya hujan
“maafin aku Gary…” Lirih kubisikan
kalimat itu pada hujan
Ke esokan harinya, tanpa bilang
terlebih dahulu Gilang datang menemuiku. Ia mengajak aku keluar, mencari udara
sejuk katanya. Tentu saja kedua orangtuaku tidak menolak maupun melarangnya.
Di perkebunan teh ini, Gilang
membicarakan sesuatu yang tak kusangka ia akan membahasnya
“Yang semalam itu kekasihmu ya??”
Tanya Gilang
Aku terkejut akan pertanyaannya,
namun aku pun tidak memungkirinya “iya”
“Kenapa kamu mau menerima perjodohan
ini jika kamu masih mencintai kekasihmu??”
“karena Papah tidak merestui
hubungan kami”
“alasannya??”
Aku terdiam lama, dan Gilang menjadi
tak enak hati akan pertanyaan itu
“maaf kalau pertanyaan ku salah”
sesalnya
“Oh, tidak apa-apa !! aku dan Gary
menjalin hubungan diatas perbedaan keyakinan dan karena itu Papah tidak
merestuinya”
Kesunyian terjadi diantara kami,
seakan kami tidak saling mengenal, semuanya jadi terasa canggung
“ Jika kamu ingin membatalkan
pernikahan itu, lakukanlah sekarang sebelum semua terlambat”
“Tapi, Gilang bagaimana bisa aku
menyakiti hati kedua orang tuaku, orang tuamu dan keluarga besar lainnya”
“Tapi jika tetap memaksakannya, kamu
yang akan terluka. Aku tidak bisa melihat orang yang ku cintai terluka karena
aku, aku akan lebih bahagia jika orang yang ku sayang itu pun bahagia meski ia
tidak bersamaku” Ucapannya begitu tulus aku merasakan kesejukan pada setiap
kata-katanya.
“Kamu mencintai ku?? Bagaimana bisa
setelah sekian lama baru ini kita berjumpa kembali??” tanyaku heran
Gilang tersenyum
“Sejak saat dimana aku melihat kamu
menangis ketika rambutmu terkena permen karet olehku. Iya kamu memang tidak
pernah menyadari meskipun jauh aku tidak pernah bisa melupakan kenangan masa
kecil itu, aku selalu mencari tahu tentangmu tanpa perlu kamu ketahui. Karena
aku selalu percaya jika kita berjodoh bagaimanapun caranya nanti kita akan
dipersatuakan dan dipertemukan kembali. Dan Tuhan menjawab doa dan keyakinanku,
ayahku mengabarkan akan menjodohkan aku dengan putri dari kolega nya yang tak
lain adalah dirimu, itulah sebab tanpa harus berfikir panjang aku langsung
menerimanya ”Gilang memberi penjelasan panjang lebar
Aku begitu terharu mendengarnya,
sebesar itukah ia mencintaiku? Setelah sekian lama waktu panjang tanpa
komunikasi, tanpa pertemuan ia masih tetap bisa mencintaiku? Semasa dimana di usia
dini ia telah menaruhkan satu hati hanya untuk aku. Aku sungguh tiada pernah
menduga bahwa ada seseorang yang menyimpan hatinya sampai sedalam itu.
Sepanjang malam aku merenung dan
terus berfikir, hingga akhirnya aku tiba pada suatu keputusan. Aku harus
merelakannya, membuka lembaran hidup lainnya. Dengan sangat berat hati aku
meletakan semua barang-barang pemberian Gary dan foto kenangan kebersamaan kami
dahulu. Aku akan mengembalikan pada pemiliknya, mungkin dengan cara ini
perlahan aku akan mampu melupakannya.
Dua minggu lagi akad nikah itu akan
diselenggarakan, pengikatan hubungan diatas janji suci. Aku telah memegang
sebuah undangan dengan tujuan bertuliskan atas nama Gary. Akupun sudah
mempersiapkan hati ini untuk menemuinya, bersama sekotak kenangan yang telah ku
persiapkan dan akan ku kembalikan padanya.
Taksi yang kutumpangi sudah sampai
membawaku disebuah rumah berpagar tinggi ini, akupun segera keluar dari taksi
dan memencet bel yang ada dipagar. Seorang ibu setengah baya membukakan pintu
pagar
“Cari siapa Non??”tanyanya ramah
“Gary nya ada Bi..??”tanyaku
“ini Non Nayla ya??”
“Iya…”
“Mari Non..masuk dulu, ada pesan
yang ditinggal Den Gary untuk non Nayla”
“Gary kemana Bi..??”
“Menyusul Mamahnya di Bali, katanya
akan tinggal disana. Hanya beberapa kali saja akan pulang…sebentar ya” Pamit si
Bibi
Tak lama setelahnya, dengan tergopoh
bibi itu kembali menemuiku yang duduk di sofa ruang tamu dan membawa sesuatu,
sepucuk surat
“Ini dari Den Gary, katanya kalau
non Nayla datang mencari, kasih kan saja surat ini” Si Bibi berkata halus
“Oh..terima kasih, kalau begitu saya
sekalian pamit ya Bi..tolong titip ini untuk Gary.” aku menyerahkan sekotak
barang-barang kenanganku bersama Gary dan sebuah undangan pernikahanku untuknya.
Setibanya di rumah, aku segera
membuka surat pemberian Gary
Dear
Nayla,
Hubungan
yang pernah terjalin di antara kita sunggguh
luar biasa indahnya, aku
sama sekali tidak menyesal dengan waktu
yang pernah kita lewati bersama. Aku menyayangimu, dan aku ingin kamu bahagia.
Tuhan
memang satu, kita lah yang tidak sama. Perbedaan
ini telah menjadikan kita tidak mungkin untuk
bersatu. Semoga kamu selalu bahagia dengan
pilihanmu. Ketika kamu menerima surat
ini, kita sudah tidak berada di kota yang sama. Aku memilih pergi bersama kenangan kita.
Aku
yang selalu menyayangimu,
Gary
Air mataku pun menetes tanpa mampu
ku bendung, Gary memilih mengalah dan menghargai segala keputusan yang aku
ambil. Ia pergi tanpa menemuiku, sampai kapanpun ia akan selalu menjadi
kenangan yang terindah untuk aku. Dan kini aku ingin menyongsong kebahagiaanku
yang baru bersama seseorang yang cintanya pun tak kalah lebih besar. Aku
membakar surat terakhir Gary, biarlah kenangan darinya tak ada yang tersisa,
terkecuali yang telah tersimpan di dalam hati.
#
TAMAT #
Tidak ada komentar:
Posting Komentar