Ilustrasi gambar cerpen (sumber : Pinterest) |
Malam kian larut, Alfian memasukan
motor besar nya di garasi, seperti kebiasaannya ia selalu pulang menjelang dini
hari setelah mengikuti balap liar bersama teman-temannya.
‘Click’ suara saklar dinyalakan.
Lampu ruang tamu yang semula padam menjadi terang benderang, dan sosok sangar
sang papah sudah menanti kedatangannya seakan ingin menelannya bulat-bulat.
“Dari mana saja kamu ??!!” Hardik
sang papah
Dengan cueknya Alfian menjawab “Apa
perduli Papah”
“Kamu ini lancang sekali !! hidup masih ditanggung orang tua sudah berani melawan kamu” Papah Alfian semakin murka
“Kamu ini lancang sekali !! hidup masih ditanggung orang tua sudah berani melawan kamu” Papah Alfian semakin murka
“Orang tua seperti apa dulu yang
mesti dihormati”
“Mau jadi apa kamu jika seperti ini
terus. Pulang larut malam tanpa tujuan yang jelas, kuliah sering bolos. Tidak
ada rasa bersyukurnya sama sekali kamu, Mamah Papah kerja untuk memenuhi
kebutuhan hidup kamu, kebahagiaan kamu” sang Papah semakin murka
“Kebahagiaan seperti apa yang Mamah Papah
berikan ? sejak Alfian kecil, mamah dan papah selalu sibuk bekerja, apa kalian
mengerti kemauan Alfian. Bukan keluarga seperti ini yang Alfian harapkan Pah..”
Alfian berkata sinis kemudian pergi meninggalkan rumah membawa motor besarnya.
Motor Alfian menderu memecah pekat
malam ibu kota, ia mengendarainya dengan kecepatan tinggi, di balik helm yang
digunakan ia menangis. Alfian seorang anak tunggal dari orang tua yang super
sibuk, ia tumbuh sebagai remaja yang kurang mendapat perhatian dan kasih sayang
orang tua. Selama ini ia disuguhkan akan kemewahan dan materi melimpah dari
kedua orang tuanya, namun sesungguhnya bukan itulah yang ia inginkan. Sejak
dahulu ia sangat mendambakan keluarga yang harmonis yang selalu ada untuknya.
Hatinya pilu, kerontang akan
perhatian hingga tak heran ia mencari kebahagiaan semu bersama teman-temannya.
Minuman keras dan balap liar itu sudah menjadi santapan sehari-harinya. Tapi,
ia tetap berusaha membatasi diri dengan yang namanya obat-obatan terlarang,
bukan tidak mau bahkan ia pernah hampir terjerumus dalam lembah nista itu.
Malam itu ia tak punya arah tujuan,
yang ada dalam fikirannya melajukan segera motornya menghilangkan sesak yang
menggelayut dalam hatinya.
Sinar mentari pagi hangat menyinari,
embun-embun pagi beradu mesra di dedaunan. Alfian belum sempat tertidur sejak
semalam, ia singgah di sebuah warung kecil memesan teh hangat. Sepertinya ia
sudah jauh melangkah, tempat ia singgah cukup asing baginya. Rupa-rupanya ia
sudah berada di pinggiran luar kota.
Hari itu ia memutuskan untuk ke
tempat kost teman kuliahnya, sekedar menumpang istirahat. Setelah staminanya
terasa membaik Alfian melanjutkan perjalanan.
Alfian mengetuk pintu kamar kost
sahabatnya. Lama tak di buka hampir saja ia mendobraknya, tiba-tiba muncul
sesosok remaja jangkung rapi berkemeja.
“Alfian..tumben pagi-pagi sudah ke
sini ??” Tanya sahabatnya itu “lo ga kuliah ?” “Lagi
cape banget nih..gue numpang tidur di sini ya? Biasa..gue nitip absen”
“Kebiasaan lo ga pernah berubah
ya..ya udah masuk, gue tinggal ke kampus ya.” Pamitnya
Alfian segera membaringkan tubuhnya
diatas tempat tidur milik sahabatnya.
“Hadii..ini kalau lo mau pake motor
gue” Alfian melempar kunci sepeda motornya “STNKnya juga udah lengkap di situ”
“Ga usah sob..! gue berangkat ya”
“Yoi..hati-hati di jalan bro” ujar
Alfian kemudian ia tenggelam dalam lelapnya
Malam harinya, di pinggiran taman
kota Alfian dan Hadi berbicang satu sama lain sambil menikmati nasi goreng
keliling.
“Lo ada masalah lagi sama orang tua
lo??” Tanya Hadi
“Gue ga ada masalah dirumah, kalo
orang tua gue dinas ke luar kota atau luar negeri. Sebenernya gue tertekan
banget sama kondisi begini. Sejak dulu gue ga pernah sekalipun bisa
menghabiskan waktu bersama, di hidup mereka cuma kerja dan kerja ga ada
pentingnya gue di mata mereka” Alfian berucap ketus
“Lo ga boleh ngomong begitu sob.
Bagaimanapun mereka itu orang tua lo, yang harus lo hormati, mereka kaya gitu
pasti tujuannya buat kebaikan lo” Hadi berkata bijak
“Ah..males gue cerita ke
lo..ujung-ujungnya ceramah !! udah ah…gue pengen ke tempat track” Alfian bangkit dan hendak meninggalkan Hadi
“Alfian..lo harus berhenti ngelakuin
hal-hal ga berguna kaya begitu, ga ada untungnya juga”
“lama-lama lo kaya bokap gue ya”
Alfian jengkel dan menyalakan mesin motornya, melaju meninggalkan Hadi
Hadi hanya bisa menghela nafas. Ia
sadar betul, sesungguhnya Alfian itu adalah seorang remaja yang baik, ia hanya
butuh arahan karena selama ini kurang perhatian.
Di satu sudut rumah mewah, orang tua
Alfian mulai merasa khawatir akan keberadaan putra semata wayangnya.
“Di cari dong pah,,anak tidak pulang
seharian. Di hubungi ga aktif-aktif hpnya nih” mamah mulai panik
“Biar saja ! anak lancang seperti
itu tidak patut di kasihani, nanti jika uangnya habis juga akan merengek
pulang” Jawab papah sinis
Mamah yang sejak tadi hilir mudik
khawatir, duduk disamping Papah
“Papah ini tega sekali sama anak
sendiri, semua kartu-kartunya juga papah blokir. Bagaimana dia makan, bagaimana
dia tidur” Ucap mamah Alfian cemas “ini salah papah anak sendiri ko di ajak
berantem” tambahnya
“Lho..mamah jangan hanya menyalahkan
Papah dong, ibunya disini kan Mamah yang harusnya ngurusin anak itu” Papah
jengkel dan meninggalkan Mamah yang masih terus mencoba menghubungi Alfian
Malam itu Alfian tenggelam lagi di
sebuah club malam, ia ingin meluapkan
segala resahnya. Walaupun ia sadar betul kesenangan yang ia dapat saat ini hanyalah
semu belaka. Ia benar-benar buntu, tak ada jalan baginya, ia merasa sendiri.
Sedangkan di rumah mewahnya, Mamah
mulai jatuh sakit karena beban memikirkan puteranya. Genap satu minggu Alfian
pergi meninggalkan rumah tanpa kabar sedikitpun.
“Pah..apa sudah ada kabar dari
Alfian ?” Tanya Mamah dengan sudara parau
“Belum Mah..tapi Papah sudah
memasukan laporan orang hilang kepada polisi” Papahnya pun menjawab lesu
“Mamah takut terjadi apa-apa sama
anak kita..apalagi diluar sana banyak kriminalitas terjadi” Mamah menangis
“Sabar Mah..Alfian pasti di temukan.
Kita percayakan saja sama polisi” Papah mencoba menenangkan
“Iya kalau masih hidup kalau
ternyata sebaliknya…Mamah tidak berani membayangkan
“Mamah jangan berfikir negatif
terus, kita doakan ia dalam keadaan baik-baik saja. Ini yang akhirnya membuat
mamah sakit, Mamah istirahat saja. Inget kan pesan dokter, Mamah jangan terlalu
banyak fikiran.” Papah mengingatkan
Setelah minum obat pemberian dokter,
Mamah pun bisa bersikap tenang dan tertidur.
Mentari bersinar terang kembali,
menyinari alam jagad raya, ketika membuka pintu kostnya Hadi menemukan Alfian
tergeletak tak berdaya usai menghabiskan beberapa botol minuman keras.
“Alfian..kenapa kamu disini. ayo
masuk..” dengan keterkejutan Hadi menanyakan perihal keberadaan Alfian dan
memapahnya ke dalam kamar “lo pasti mabuk-mabukan lagi, kapan lo mau berubah
!!” cecar Hadi
Dengan setengah sadar Alfian
menanggapi pertanyaan Hadi
“gue kesepian…gue butuh sesuatu yang
ngebuat gue nyaman”
“Tapi bukan begini caranya. Lo harus
ikut gue minggu depan” Perintah Hadi
“Kemana”
“Mendaki gunung. Dalam setiap
ekspedsi langkah dan perjalanan lo akan
menemukan makna sebuah kehidupan dan ketika lo mencapai puncaknya lo akan bisa
melihat kuasa Tuhan yang tiada bandingannya. Lo akan bisa mengambil hikmah kita
ini tak lebih dari sebutir debu dari maha karya ciptaan-NYA. Alam selalu
menjadi wadah pembelajaran hidup terbaik, percaya sama gue” Hadi menjelaskan
panjang lebar
“Tapi..gue belum pernah mendaki
sebelumnya” Alfian ragu
“Ga ada sebuah pencapaian sebelum
ada permulaan. Lo harus bisa memaknai arti hidup dengan cara positif, bukan
seperti yang selama ini lo lakuin”
Alfian terdiam, berfikir
Hari itupun tiba, Alfian memutuskan
untuk ikut serta dalam pendakian. Mereka terdiri atas delapan orang termasuk
Hadi dan Alfian. Sebelum keberangkatan secara sembunyi-sembunyi Hadi
menghubungi kediaman keluarga Alfian dan kebetulan Papahnya yang mengangkat
telepon Hadi meminta izin kepada orang tua Alfian untuk mengizinkan putranya
melakukan perjalanan ke Puncak Gunung. Meski awalnya sempat tidak menyetujui,
dengan sedikit pengertian akhirnya Hadi pun berhasil meluluhkan pendirian dari
Orang tuanya Alfian.
Tim Mereka akan melakukan pendakian
ke Gunung Lawu, yang terletak di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sebelum pendakian dimulai , setiap tim mengecek segala persiapan dan kebutuhan,
dan tak lupa memanjatkan doa bersama.
Perjalanan pun dimulai, itu adalah langkah awal dan pengalaman baru bagi
Alfian dan ia sangat menikmatinya. Saat itu tidak terlalu banyak tim yang
mendaki, selain bukan malam 1 sura dimana biasanya puncak Gunung Lawu ramai
oleh peziarah selain pendaki pastinya. Hingga beberapa jam kemudian, ketika
telah mencapai ketinggian seribu delapan ratus meter dari permukaan tanah.
Alfian mulai merasa kelelahan, pusing dan kedinginan. Hadi yang berada
disampingnya segera menyadari itu
“Guy’s kita istirahat dulu. Alfian
Mengalami Mountain Sickness.” Pinta
Hadi kepada anggota tim lainnya
Mereka pun mencari lokasi yang
sekiranya bisa dijadikan tempat istirahat. Hadi segera menyelimuti Alfian yang
menggigil, dan memberikan air mineral yang dibawanya.
“Jika kalian merasa kelelahan,
jangan sungkan untuk menyampaikannya untuk beristirahat” Pesan Ferdi sebagai
ketua tim, Ia sudah hafal betul medan pegunungan karena ia sudah lama berkecimpung,
sebagai anggota Pencinta Alam Indonesia sejak masa sekolah.
Ketika kondisi Alfian mulai stabil,
mereka pun melanjutkan perjalanan hingga ke puncak gunung. Rasa haru dan
bahagia menyelimuti perasaan Alfian, bahkan tidak pernah terbayangkan
sebelumnya bahwa ia bisa berada di ketinggian ribuan meter dari permukaan tanah,
Hadi dan anggota lainnya segera sujud syukur telah berhasil mencapai puncak
tanpa halangan berarti. Tidak lupa mereka mengabadikan moment bersama di Tugu Hargo Dumilah, puncak tertinggi Gunung
Lawu. Menikmati matahari terbit dari puncak gunung yang tinggi akan menjadi
kenangan tak terlupa bagi Alfian.
“Hadi..terima kasih, ya telah
mengajakku menjalani petualangan luar biasa ini, walaupun hampir saja aku
menyerah” Alfian mengucapkan terima kasih dengan sungguh-sungguh
“Sama-sama kawan, sekarang bisa kamu
renungkan kan banyak hal luar biasa dalam hidup ini, dibanding menenggelamkan
diri dalam perilaku negatif.” Jawab Hadi
Alfian tersenyum dengan rasa haru dan
pandangan matanya tak henti menatap takjub alam di sekitarnya.
Mereka pun tak menyiakan kesempatan
berjalan dan menikmati keindahan alam lainnya, seperti di sisi barat yang terdapat dua komplek
percandian dari masa akhir Majapahit: Candi
Sukuh dan Candi
Cetho.
Menjelang siang mereka pun berniat
untuk turun, semula semua baik-baik saja namun di tengah perjalanan awan
mendung menutupi langit tak lama setelahnya hujan turun dengan lebat dan angin
bertiup kencang.
“Guy’s hati-hati jalanan licin”
Ferdi mengingatkan teman timnya
Mereka pun menyalakan senter yang
mereka bawa untuk membantu penerangan
“Guys..gawat senter gue ga nyala.
Padahal baterainya masih baru” Hadi mulai panik
Tak jauh berbeda dengan yang lain
pun, mereka mengalami hal serupa, dan senter yang masih bisa menyala adalah
milik Ferdi. Dengan penerangan yang sangat terbatas Ferdi memimpin anggota
timnya menyusuri jalan.
Dengan kondisi yang gelap dan kabut
yang menebal membuat pandanganpun ‘mengabur’. Alfian terjatuh, terjembab di ke
pinggir lereng. Sekuat tenaga Hadi menahan dan mencoba menarik tangannya dibantu
teman-teman lainnya. Situasi yang tidak kondusif semakin memperparah keadaan,
Alfian semakin putus asa rasa takut akan kematian pun mebayang di sudut
matanya.
Teringat lah segala dosa dan
kesalahannya selama ini, termasuk dengan orang tua bahkan terhadap Tuhan-NYA.
Ah…sudah lama sekali ia tidak berdoa, ya hanya itulah yang kini di fikirannya
dan bisa dilakukan.
“Allah..jika ini adalah akhir
kehidupanku tolong maafkan segala kesalahanku. Namun jika Engkau masih
memberikanku kesempatan aku ingin menjadi manusia yang lebih baik. Aku ingin
bertaubat Pada-MU” Alfian menangis lirih
Rasa kecemasan pun menghinggap pada
Hadi, ia telah berjanji akan menjaga Alfian selama masa perjalanan, ada amanat
yang dititipkan orang tua Alfian kepadanya. Di bawah deras hujan sambil
berusaha menarik lengan Alfian kembali ke atas, Hadi berdoa “Allah..selamatkanlah
kami semua dalam perjalanan ini. Hilangkan segala kendala yang silih berganti
menghampiri. Tolong beri kami kekuatan untuk dapat menolong sahabat kami ini”
Anggota tim lainnya, tidak menyerah
mereka bersusah payah menarik Alfian. Dan Allah memang Maha Baik, karena
kesungguhan dan kekuatan doa akhirnya Alfian dapat ditarik kembali dari tepi
lereng jurang yang cukup curam. Alfian begitu ketakutan, tubuhnya masih gemetaran
tidak hanya karena suasana dingin yang semakin mencekam namun juga karena
keadaan yang baru saja di lewati. Ia bersyukur Allah masih menolongnya meski
luka dipelipis dan lututnya yang robek terkena bebatuan, tapi kesempatan hidup
yang Allah berikan tidak akan di sia-siakannya lagi, Ia berjanji dalam hati.
Ketika kondisi sudah agak kondusif mereka
melanjutkan perjalanan untuk turun dari gunung. Ketika mencapai posko 4 mereka
beristirahat dan Alfian mendapat pertolongan untuk mengobati lukanya. Beberapa
jam setelahnya, mereka melanjutkan perjalanan kembali hingga turun sempurna
dari gunung, dan sudah banyak tim lain yang berkumpul disana.
Merekapun kembali ke kediaman
masing-masing, Alfian memutuskan untuk pulang dan meminta maaf pada kedua orang
tuanya.
Alfian segera berhambur mencium
tangan kedua orang tuanya, dan memeluk mereka. Dari mata kedua orang tuanya pun
timbul haru, apa yang telah membuat anaknya berubah sedemikian rupa. Mereka
rela mengambil cuti untuk menunggu kembalinya Alfian ke rumah. Ada rasa
penyesalan telah melewatkan masa tumbuh kembang puteranya selama ini, bahkan
cenderung bersikap otoriter memaksakan kehendaknya kepada sang putera.
“Maafin Alfian Pah..Mah..Alfian
sudah melakukan kesalahan selama ini dan membuat Papah dan Mamah khawatir dan
kecewa sama sikap Alfian” ia menangis bersimpuh kepada kedua orang tuanya
“Maafin kami juga nak, tidak
memberikan kasih sayang yang semestinya kepada kamu” ucap papahnya
“Mamah sudah memutuskan keluar dari
pekerjaan dan memutuskan menjadi ibu yang baik untuk kamu nak” Mamah
menggenngam tangan Alfian
Alfian
sangat bahagia sekali, semua yang telah dilewatinya menjadi pembelajaran
berharga yang tidak ternilai. Ia pun meyakini bahwa Allah akan memaafkan
hamba-NYA yang ingin bertaubat dan mengabulkan doa hamba-NYA yang memohon
dengan sungguh-sungguh. Sebagaimana terkandung dalam Surat Al Baqoroh ayat 186 : “Dan apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan
orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu
memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku,
agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”
“Papah sudah memutuskan tidak akan lagi memaksa kamu untuk melanjutkan
kuliah di jurusan Ekonomi,demi melanjutkan bisnis Papah. Kamu boleh mengambil
sesuai dengan kemampuanmu dan kegemaranmu, otomotif kan ?”
“Sungguh Pah ? terima kasih” Alfian
tersenyum bahagia
“Nak..mengapa kamu luka-luka seperti
ini ?” Mamah khawatir
“Ini Alfian dapat dari sebuah
pembelajaran hidup berharga. Mamah tidak usah terlalu khawatir Alfian baik-baik
saja.” Alfian mencoba menenangkan ke khawatiran orang tua nya. Ia
menyembunyikan kejadian sebenarnya yang dialaminya, dimana hampir saja ia tidak
bisa lagi berjumpa dengan orang tuanya ketika tengah berada di garis antara
hidup dan mati.
Alfian sangat bersyukur, semua
keadaan menjadi membaik. Ketika ia mulai menyadari makna sebuah kehidupan,
ketika ia mulai lagi mengenal Allah, Tuhan yang telah menciptakannya.
Allah swt telah berfirman : “ jika ia mendekat padaKu sejengkal ,Aku akan
mendekat padanya sehasta. Jika ia mendekat padaKu sehasta, Aku akan mendekat
padanya sedepa. Jika ia datang padaKu dengan berjalan, Aku akan datang padanya
dengan berlari” (HR Muslim) .
#
T A M A T #
Ceritanya mengingatkan jaman masib sekolah dulu, mendaki gunung memang banyak makna secara spiritualitas. Mendaki gunung juga secara tidak langsung sebagai praktek manajemen risiko, wis lah dadi pengin neh .. hehehe
BalasHapussaya mencoba menjiwai karakter si tokoh ini melalui pengalaman teman-teman yg oernah naik gunung. karena sejujurnya saya sendiri belum pernah ngerasain beradventure ria ke gunung. Maad kalo masih banyak kekurangan disana-sini, terima kasih mas sudah bekunjung ^_^
Hapus