Bulan Mei tahun 2014 ini bisa jadi surganya bagi pecinta travelling, pasalnya buanyak tgl merah dan memiliki kesempatan untuk berpetualang. Berhubung saya bukan salah satu orang yang beruntung untuk mendapatkan kebetulan itu akhirnya saya memutuskan perjalanan cukup satu hari karena jum;at dan sabtu saya harus masuk kerja kembali.
Hari kamis, 15 Mei 2014 saya nekat ikut 1 Day Trip tanpa mengenal seorang pun sebelumya. Daripada harus solo travelling lebih seru jika ada teman berbagi dan mendapatkan kenalan baru. Syukurlah saya mendapatkan teman untuk mengobrol sepanjang perjalanan, berbagi makanan dan narsis pastinya. Hehehe....
Tujuan utama adalah kota Cianjur, Jawa Barat menuju stasiun Lampegan yang merupakan salah satu jejak sejarah perkeretaapian di Indonesia. Dibangun pada
tahun 1882 di masa pemerintahan Belanda. Oleh pemerintah saat itu, jalur
kereta ini dibangun untuk mengangkut hasil bumi seperti palawija, kopi,
dan rempah-rempah. Sampai akhirnya ditutup pada tahun 2001 karena ada
longsor besar di kawasan stasiun yang membuat jalur rel kereta api
terhalang.
Salah satu keunikan stasiun ini adalah setiap kereta api harus
melintasi terowongan Lampegan. Berdasarkan literatur yang ada,
terowongan kereta api Lampegan adalah terowongan kereta api pertama di
Jawa Barat. Awalnya terowongan ini dibangun sepanjang 686 meter. Namun
akibat rusak yang disebabkan gempa bumi, terowongan kini panjangnya
menjadi 415 meter.
Terowongan ini menyisakan banyak kisah. Nama Lampegan sendiri berawal
dari terowongan ini, bukan nama desa setempat atau stasiunnya. Alkisah,
saat terowongan mulai dibangun pada tahun 1879-1892, mandor Belanda
sering mengingatkan para pekerja agar berhati–hati di kegelapan
terowongan dan waspada terhadap bahaya zat asam yang ada di dalamnya.
Saat
memeriksa pekerjaan terowongan, sang mandor selalu membawa lampu. Saat
berkeliling inilah, mandor sering kali berteriak dalam logat Belanda, “Lamp... pegang. Lamp...
pegang”. Maksudnya adalah tolong lampu dipegang. Akhirnya sampai ke
telinga masyarakat lokal menjadi Lampegan. Nama Lampegan pun dijadikan
nama terowongan dan stasiunnya, hingga sekarang dan baru beberapa terakhir belakangan baru dioperasikan kembali.
Perjalanan berikutnya di lanjutkan ke situs Megalitikum Gunung Padang. Lokasinya memang tidak terlalu jauh dari tempat pertama. Setibanya, kami disambut gerimis tapi tak mengurangi antusias untuk menjelajahi. Dengan dipandu guide kami mulai menapaki penanjakan tangga-tangga puncak Gunung Padang yang memiliki ketinggian kurang lebih 885 mdpl.
Berdasarkan
penelitian, situs itu diperkirakan berusia sekitar 13.000 tahun. Itu
artinya, peradaban di situs Gunung Padang lebih tua dari peradaban
Mesopotamia dan Pyramid Giza di Mesir, yang selama ini dipercaya sebagai
peradaban tertua di dunia.
Situs
Gunung Padang adalah sebuah bukit dengan luas sekitar 900 meter persegi
dan tinggi sekitar 100 meter dari kaki bukit. Luas area situs Gunung
Padang diperkirakan lebih dari 17 hektare. Bukit ini berupa bangunan
punden berundak (media pujaan arwah leluhur yang dikenal sebagai
kebudayaan Megalitik) yang memiliki lima tingkat.
Guide pun menjelaskan fungsi
situs Gunung Padang tak hanya sebagai tempat pemujaan. Lebih jauh, dijelaskan tempat ritual di situs Gunung Padang terletak
pada teras paling atas. Sedangkan teras kedua dibangun dengan formasi
mengarah ke Gunung Gede, yang terletak di utara situs. Namun,
teras ketiga dan keempat dibangun menghadap ke barat, yang diperkirakan
merupakan arah ke pemakaman leluhur penghuni Gunung Padang. Adapun
teras kelima dibangun dengan kembali menghadap ke arah Gunung Gede.
Berikut beberapa situs megalithikum dengan berbagai bentuk dan menyerupai sesuatu.
1) Situs berbentuk Kursi
Konon dipergunakan di masa pra sejarah oleh raja-raja duduk tepat mengarah pemandangan puncak Gunung Gede.
2) Situs Berbentuk Kujang
Menurut penjelasan guide, salah satu situs berbentuk alat senjata khas daerah Jawa Barat, yang masyarakat menyebutnya kujang.
3)Situs berbentuk Meja
Atau biasa disebut Dolmen, biasanya di gunakan sebagai tempat meletakan seserahan
4) Batu Gong
Dimana ketika mengetuk-ngetuknya, keluar bunyi halus layaknya gong yang dipukul
5) Batu Segi 5
Setiap sudut batu memiliki 5 sisi meskipun ukuran berbeda-beda
6) Batu Bernetuk Kubah
Jika dilihat dari atas tumpukan situs tersebut terlihat seperti kubah masjid
Di tengah asyiknya menjelajahi, keunikan dan peninggalan pra sejarah di Gunung Padang, tiba-tiba angin bertiup kencang layaknya badai, kabut tebal sudah menutupi sejak kami semua tiba dipuncak sebenarnya. Guide pun meminta kami untuk segera turun dengan segera, padahal saat itu kami baru memasuki teras ke tiga.
Tak lama kami semua singgah dan menepi, sempurna hujan turun dengan sangat deras selama hampir satu jam bahkan hingga kami hendak pulang pun hujan masih turun. Karena, situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan trip selanjutnya ke curug cikondang pun urung terlaksana.
Hingga akhirnya, kami tiba kembali ke Jakarta menjelang tengah malam.
Satu jejak perjalanan meniti lokasi bersejarah di negeri ini.
Yuppss..13.000 peradaban purba yg sangat tua bahkan dari piramida mesir sekalipun
BalasHapusaku juga pernah main main ke cianjur,, jalan jalan ke pasar beras cianjur, keren kotanya.
BalasHapusTerimakasih untuk artikel yang sangat bermanfaat ini, kami bertambah pengetahuan setelah membaca artikel ini, para pembicara internet marketing selalu menyarankan untuk kita terus menulis artikel bermanfaat seperti ini, salam dari mutiara untuk membawa kesuksesan pearl necklace price dari Indonesia dan sukses selalu untuk Anda.