Hari ini adalah langkah awal baru
bagiku, yang akan menjadi pengalaman pertama untukku berpetualang di alam bebas
bersama beberapa orang teman yang memang sudah sangat berpengalaman menjelajahi
ketinggian gunung.
Bersama delapan orang lainnya
berangkatlah kami ke stasiun menggunakan transportasi kereta api yang akan mengantar kami ke tujuan kota
Semarang yang kemudian dilanjutkan menggunakan bus nantinya. Kawasan pegunungan
Merbabu akan menjadi sejarah bagiku yang sejatinya sangat takut akan ketinggian.
Ketika tengah asyiknya berbincang dengan salah seorang sahabatku saat berjalan
mendekat ke pintu masuk stasiun, langkahku terhenti kala melihat sosok tinggi
dan tegap itu berdiri di peron stasiun.
"Teman-teman ini adalah senior kita,
Tegar yang akan memimpin ekspedisi petualangan kita kali ini” Adam
mengenalkannya
“Hai..semua. Persiapan kalian sudah
lengkap kan ?” Sapanya di lanjutkan pertanyaan kemudian
Dalam hati ku bergumam “oh..ternyata
namanya Tegar “ dia seorang senior yang tinggal beberapa bulan lagi akan
melewati sidang skripsinya yang aku tahu tentangnya ia memang pecinta alam
sejati, entah sudah berapa gunung dan alam yang telah di jelajahinya di negeri
ini. Sejak awal melihatnya dulu saat aku menjadi mahasiswa baru di kampus , aku
sudah menyimpan ketertarikan padanya ketika itu ia menjadi wakil senat. Ah,
tapi siapalah aku hanya seorang mahasiswi biasa yang tidak popular. Tegar itu
sosok laki-laki cuek dan dingin, itulah kenapa begitu sulit mencuri
perhatiaannya mungkin sudah berpuluh-puluh mahaiswi patah hati karenanya.
Kami semua memulai perjalanan dan
menghabiskan beberapa jam di perjalanan hingga tiba di basecamp. Adam dan Tegar yang mengurus perizinanan, kemudian kami
melanjutkan perjalanan kembali. Karena hari sudah menjelang sore kami pun
membagun tenda untuk beristirahat.
Saat malam hari,dari balik tenda aku
melihat Tegar memetik gitar dan bersenandung pelan. Ia semakin membuatku
terpesona.
“Putri..kamu tidak ikut keluar ?
menghangatkan badan di api unggun dan minum kopi hangat”
Tanya
Dini, sahabatku memasuki tenda dengan segelap moccacino hangat favoritenya
“aku cape, ingin langsung tidur aja”
“ayo keluar dulu, ada informasi yang
ingin disampaikan Tegar” Dini menarik sleeping
bag yang hendak ku kekenakan dan akhirnya aku menyerah mengikutinya keluar berkumpul bersama
yang lain.
“Teman-teman, pendakian akan kita
mulai menjelang subuh hari, harapannya kita bisa menikmati matahari terbit dari
puncak Merbabu” Tegar memulai ucapannya di sambut senang dan sorak riuh
teman-teman mengeluarkan pendapatnya
masing, sedangkan aku hanya semakin kelu menatap mata elang laki-laki di
hadapanku ini dimana kini ia tengah menjadi central perhatian teman lainnya.
Malam semakin gelap, kami pun
beristirahat di tenda masing-masing. Aku berusaha mencari posisi nyaman agar
mata mau terpejam melawan dinginnya
malam. Tepat pukul empat pagi kami semua sudah siap bergegas untuk melanjutkan
pendakian, barang-barang ditinggal di tenda dan kami mulai mendaki dengan
berbekal alat penerangan dan keperluan logistik secukupnya.
Beberapa jam kami melakukan
perjalanan, dan kerap kali aku merasa kelelahan begitupun beberapa yang lain.
Tegar begitu sabar menghadapi kami yang umumnya adalah pendaki pemula bahkan
tak segan ia meolong mengulurkan tangan
membantu perjalanan ketika melewati medan yang sulit.
“ulurkan tangannya” Tegar
mengulurkan tangan untuk membantu aku berjalan di tebing ketinggian dan aku menyambutnya, ah..ada perasaan senang seakan
hati berdetak kencang ingin melompat keluar
Dengan susah payah, akhirnya aku dan
teman-teman yang lain berhasil sampai di puncak Merbabu. Hamparan samudra awan
yang indah menyambut dan memanjakan mata kami, secercah sinar mentari merangkak
naik. Betapa indah kuasa Tuhan, sebuah maha karya tak ternilai, dari puncak
Merbabu ini pun terlihat semburat gunung Merapi yang berselimutkan awan putih.
Aku memandang sekeliling tak henti
mengagumi panorama alam nan indah ini.
“Seorang pendaki akan merasakan
kepuasan yang luar biasa saat ia berhasil mencapai puncak. Seperti itu adanya
pula filosofi kehidupan” Tegar tiba-tiba saja sudah berada disampingku, ia
berucap beradu dengan angin dan kabut pagi
Aku memandang menatapnya dan kembali
berpaling di kala mata kami saling beradu
“iya..benar, seperti filosofi hidup.
Untuk mencapai puncak tertinggi membutuhkan perjuangan yang gigih dank kerja
keras serta pantang menyerah akan kau temukan indahnya keberhasilan setelah
kepayahan.” Aku menanggapi ucapannya
“ternyata kamu mampu memahami arti
sebuah filosofi” Tegar berucap dengan senyum termanis yang dimilikinya
“dan aku juga baru tahu seorang
Tegar yang dingin ternyata memiliki senyum yang manis juga” aku mencoba
menyambut ucapannya dan berusaha untuk semakin mencairkan suasana
“Tegar…Putri, berkumpul disini. Kita
berfoto bersama” teriak Adam di sat puncak, sisi yang lain
Setelahnya, kami pun turun untuk
kembali ke tenda. Di saat istirahat itulah aku mengeluarkan kameraku, hasil
jepretan amatir seorang Putri. Di beberapa banyaknya slide foto pemandangan dan
tentu saja diriku, terselip gambar-gambar Tegar yang aku ambil secara
diam-diam. Ah, dia tetap keren meskipun wajahnya tak menghadap langsung kamera.
Di sebuah sudut aku melihat Tegar
tengah asyik membidik alam dengan kameranya, ia begitu menikmati kesendiriannya
mengabadikan pemandangan kawasan Merbabu.
“Tegar..kita balik ke basecamp jam berapa ?” Adam menghampiri
“dua jam lagi kurang lebih, beritahu
saja dulu yang lain untuk siap-siap”
Tegar duduk diatas rerumputan,
disusul kemudian Adam
“coba gua liat hasil jepretan lo”
pinta Adam
dengan sukarela Tegar memebrikan
kamera dslr nya begitu saja, sepertinya ada hal yang dia lupakan. Adam begitu
seksama melihat hasil potret karya Tegar sambil sesekali mengagumi bidikan seoraang
finalis fotografi di sebuah tabloid nasional itu. Di sebuah slide, Adam
terlihat mengerutkan kening saat terpampang beberapa candid camera dengan satu objek yang sama.
“kenapa banyak foto Putri di sini ?”
Adam bertanya heran
Tegar yang tadi mulai berbaring di
rerumputan segera menyadari ke khilafannya, dan merebut kembali kameranya dari
tangan Adam.
“bukan apa-apa. Hanya objek, natural
banget ya dia” Tegar berusaha untuk mengalihkan
“ahh..lo suka kali sama Putri. Ngaku
aja sob sama gue” Adam mulai menggoda
“Ga…” Tegar menjawab salah tingkah
dan pergi meninggalkan Adam
“Kalau suka bilang, sebelum diambil
orang nantinya” Adam berteriak berusaha agar Tegar mendengar ucapannya
Tegar berjalan ke arah tendanya,
melewati pelataran tempat api unggun semalam. Tegar mencoba bertanya perihal
keramaian yang tengah terjadi
“wah..seru banget kayanya ada apa
ini ?” tegar bertanya penuh rasa ingin tahu
“itu si Putri di tembak Radit pake
lagu. Romantis banget” Dini memberikan jawaban
Seketika itu juga wajah ceria Tegar
berubah seratus delapan puluh derajat, ia langsung bergegas memasuki tendanya.
Selama perjalanan turun kembali ke basecamp tak henti-hentinya godaan
teman-teman mengiringi langkah karena kejadian yang dilakukan Radit tadi.
Perjalanan kali ini di pimpin oleh
Adam, sedangkan Tegar berada di belakang kami.
“kenapa wajah Tegar muram seperti
itu ?” aku bertanya dalam hati sambil sesekali memperhatikan Tegar dan
langkahku
Namun tiba-tiba saja kakiku terantuk sebuah batu dan
mengeluarkan darah yang terus mengalir. Aku mencari tempat yang agak datar dan
dengan sigap Tegar mengeluarkan perlengkapan P3k kemudian mengobati lukaku.
“Yang lain boleh jalan duluan. Nanti
kita ketemu di basecamp” Tegar
memerintahkan
Adam tetap memimpin perjalanan
teman-teman yang lain. Dari kelompok kami yang tersisa adalah Radit, Tegar dan
tentu saja aku.
“Apa kamu masih kuat berjalan ?”
tanya Tegar
Aku berusaha berdiri namun aku
kembali terjatuh. Rasanya aku ingin menangis kala itu.
“Naiklah ke punggungku” Ucap Tegar
“Apa ?” aku pasti salah mendengar
“Jika ingin segera sampai, cepat
naik kepunggungku”
Akhirnya kupun menurutinya, walau
merasa agak tidak enak hati sebelumnya. Carriel milikinya dibawakan Radit,
sedangkan milikku sudah dibawakan Adam sejak tadi.
“betapa nyamannya punggung Tegar
ini” aku berkata dalam hati
“kamu bicara sesuatu ?” tanyanya
“Ah..tidak. “ aku mengelak “Aku minta maaf sudah sangat
merepotkan kamu dan yang lainnya” sesalku
“ga apa-apa, hal ini bisa terjadi
pada siapapun ko” jawabnya lembut
Radit sudah berjalan jauh di depan
kami.
“Aku dengar kamu baru jadian sama
Radit. Selamat ya” Ucap Tegar
“Aku ga jadian sama Radit” jawabku
singkat
“kenapa ?”
“Sudah ada orang lain yang mengisi
hatiku”
“siapa ?”
Aku bingung harus menjawab apa
“ehmm..laki-laki dingin yang memiliki senyum yang manis” jawabku sekenanya
Tegar terlihat berfkikir dan
tiba-tiba saja langkahnya menjadi penuh semangat.
“kamu ko jadi senyum-senyum begitu “
tanyaku heran
“hanya merasa bahagia saja. Aku
pikir aku telah kalah, namun ternyata love never fails” jawabnya seraya
menyunggingkan senyum merekah
Aku tersipu “ternyata selama ini
cintaku tidak bertepuk sebelah tangan. Tegar pun memiliki perasaan serupa.”
Bisik ku dalam hati
Tegar begitu hati-hati membawaku di
punggungnya, dan hal ini semakin
membuatku merasa nyaman berada dekat dengannya.
#
T A M A T #
Tidak ada komentar:
Posting Komentar