Akhirnya, Setelah sekian kali gagal kesampean juga untuk mengunjungi salah satu sudut di Jawa Timur tepatnya Kota Malang. Dengan menggunakan transportasi rakyat kereta Matarmaja berangkatlah saya dan beberapa orang lain yang tergabung di salah satu trip organizer menjelang sore kala itu. Menghabiskan waktu selama berjam-jam di dalam kereta ada tawa dan ceria mengiringi perjalanan kami.
Di keesokan harinya, kala pagi itu ketika mata terbuka dari terpejamnya beberapa saat di perjalanan semburat mentari telah berarak menyinari. Dari jendela kereta api, saya mengetahui perjalanan baru memasuki kota Blitar. Itu artinya tidak lama lagi kami akan tiba di kota tujuan. Sekitar satu jam kemudian tibalah kami semua di Stasiun Malang Kota Baru. Suasana pagi masih terasa sejuk menyambut kedatangan kami. Tidak banyak mengulur waktu kami segera menuju bus yang telah disiapkan untuk mengantar kami menjelajahi kota Malang dan sekitarnya.
Perjalanan pertama adalah mengunjungi alun-alun bundar kota Malang, yang tepat berhadapan langsung dengan Balaikota Malang.
Menurut sejarahnya, alun-alun Tugu dibangun oleh Gubernur Pemerintah Hindia Belanda pada
masa pemerintahan Guberbur Jenderal Jaan Pieter Zoen Coen. Pada waktu
itu model taman ini masihlah sederhana berupa taman terbuka tanpa ada
tugu dan tanpa dibatasi pagar. Taman ini dibangun sebagai pelengkap
halaman gedung Kegubernuran Hindia Belanda.
Bentuk monumen Tugu juga memiliki arti tersendiri. Puncak monumen Tugu
berbentuk bambu tajam yang berarti bahwa senjata inilah yang pertama
kali digunakan bangsa Indonesia untuk melawan penjajah. Ada juga rantai
yang menggambarkan kesatuan rakyat Indonesia yang menyatu dan tidak
dapat dipisahkan.Makna lainnya juga terletak pada tangga yang berbentuk 4
dan 5 sudut, bintang yang mempunyai 8 tingkat dan 17 pondasi. Jika
digabungkan maka hal ini melambangkan tanggal kemerdekaan Indonesia
yaitu 17 Agustus 1945. Sementara itu, bunga teratai berwarna putih dan
merah yang berada di kolam sekeliling Tugu melambangkan keberanian dan
kesucian. Hal ini sesuai dengan warna bendera Indonesia.
Perjalanan berikutnya adalah kuliner khas Malang yakni bakso tapi kali ini dengan konsep berbeda yaitu bakso bakar (waduhh..malah banyak banget kecapnya saya tidak terlalu suka kudapan yang mengandung banyak kecap) tapi, karena tuntutan perut yang mulai kelaparan hajarrr saja, ehm..rasanya tidak terlalu mengecewakan.
Setelah kenyang bersantap kami melanjutkan perjalanan ke Museum Brawijaya. Tempat disimpannya beberapa jejak sejarah perang kemerdekaan yang terlengkap di Indonesia.
Di bagian depan museum terdapat Monumen Panglima Besar Jenderal
Soedirman. Sedangkan pada halaman depannya terdapat area yang dikenal
dengan Taman Senjata yang bernama 'Agne Yastra Loka'. Diartikan secara
bebas sebagai tempat/taman (loka) senjata (yastra) yang diperoleh dari
api (agne) Revolusi tahun 1945. Di taman itulah terdapat pajangan
beberapa kendaraan tempur yang dulu menjadi saksi pertempuran antara
pejuang Indonesia dan tentara kolonial seperti tank, meriam, panser dan
sebagainya.
Peresmian museum Brawijaya pada tanggal 4 Mei 1968.Nama Museum Brawijaya ditetapkan berdasarkan keputusan
Pangdam VIII/Brawijaya pada tanggal 16 April 1968. Museum ini memiliki sesanti (wejangan)
'Citra Uthapana Cakra' yang berarti sinar (citra) yang membangkitkan
(uthapana) semangat/kekuatan (cakra).
Koleksi museum Brawijaya Malang ini cukup lengkap, mulai dari kendaraan
perang Tank, Mobil Dinas, berbagai jenis Senjata serbu, Pistol, Meriam,
Mortir, granat, Burung Post, Baju/seragam tentara perang, topi baja,
sepatu tempur, komputer, radio, pesawat telepon, arsip tertulis hingga
berbagai perlengkapan seperti kursi meja dan tempat tidur yang pernah
digunakan Panglima Perang Gerilya Jenderal Sudirman. Ada juga seragam
asli yang pernah dikenakan oleh beberapa pahlawan perang sebelum gugur
di medan tempur.
Puas berwisata sejarah di museum, perjalanan bus selanjutnya adalah ke kota Batu tepatnya ke Coban Rondo, wisata air terjun yang memiliki ketinggian cukup fantastis, berada di desa Pandansari, Kecamatan Pujon. Air terjun di Coban Rondo terletak pada ketinggian 1135 m di atas permukaan laut. Air terjun ini memiliki ketinggian 84 meter dengan debit air berkisar antara 90 liter per detik pada musim kemarau sampai dengan 150 liter per detik pada musim penghujan.
Puas berwisata sejarah di museum, perjalanan bus selanjutnya adalah ke kota Batu tepatnya ke Coban Rondo, wisata air terjun yang memiliki ketinggian cukup fantastis, berada di desa Pandansari, Kecamatan Pujon. Air terjun di Coban Rondo terletak pada ketinggian 1135 m di atas permukaan laut. Air terjun ini memiliki ketinggian 84 meter dengan debit air berkisar antara 90 liter per detik pada musim kemarau sampai dengan 150 liter per detik pada musim penghujan.
Coban rondo pun tak lepas dari legenda yang mengirinya tersebutlah sepasang muda mudi yang baru saja melangsungkan
pernikahan. Mereka dikenal dengan nama Dewi Anjarwati yang berasal dari
Gunung Kawi, dan Raden Baron Kusuma yang berasal dari Gunung Anjasmoro.
Mereka berdua hidup berbahagia, ibarat bunga yang sedang mekar, indah
dan berbau harum. Suatu hari Dewi Anjarwati berkeinginan menjenguk kedua
mertuanya (orang tua Raden Baron Kusumo) di Gunung Anjasmoro. Orang tua
Dewi Anjarwati tidak mengizinkan kedua mempelai untuk bepergian
mengingat usia pernikahan mereka baru 36 hari (selapan), dan menurut
kepercayaan masyarakat Jawa pasangan pengantin yang belum melalui masa
selapan tidak diperkenankan untuk bepergian jauh, atau sesuatu yang
buruk akan menimpa mereka. Namun, Dewi Anjarwati dan Raden Baron Kusumo
mengabaikan anjuran orang tua Dewi Anjarwati dan tetap berangkat menuju
Gunung Anjasmoro seraya menegaskan bahwa mereka siap menerima resiko
apapun, tak dinyana akhirnya benar-benar terjadi sesuatu yang buruk di tengah
perjalanan.
Di tengah perjalanan, rombongan mempelai bertemu dengan seseorang
yang mengaku bernama Joko Lelono. Pria yang tidak diketahui asal-usulnya
dengan jelas tersebut jatuh hati pada Dewi Anjarwati dan berusaha
mengambil sang mempelai perempuan dari suami sahnya. Akibatnya
terjadilah perkelahian yang cukup hebat antara Joko Lelono dan Raden
Baron Kusumo. Keduanya saling mengadu ilmu dan tampak sama kuat. Lalu
Raden Baron Kusumo menginstruksikan agar para pembantunya lari dan
menyelamatkan Dewi Anjarwati di suatu tempat yang disebut dengan Coban
(air terjun). Kesanalah akhirnya rombongan ini menuju dan menanti
datangnya Raden Baron Kusumo. Namun apa daya ternyata Raden Baron Kusumo
tak pernah datang, meski telah dinanti sekian lama. Di sebuah batu yang
terletak di bawah air terjun Sang Putri merenungi nasibnya akibat
melanggar nasehat orang tua. Dan air terjun itu dinamakan Coban Rondo
(air terjun janda) hingga saat ini.
oh,ya..kami pun sempat mampir untuk menyinggahi alun-alun kota Batu. Konsep yang unik seperti karnaval menurut saya, PEMDA setempat cukup kreatif membuat taman kota yang menyenangkan untuk masyarakatnya. Seperti toilet dimana bangunannya berbentuk strawbery dan ruang informasi berbentuk apel. Selain itu pun terdapat kincir angin yang cukup panjang antriannya dengan tiket masuk sangat minim maka tak heran alun-alun tersebut cukup ramai kala itu.
oh,ya..kami pun sempat mampir untuk menyinggahi alun-alun kota Batu. Konsep yang unik seperti karnaval menurut saya, PEMDA setempat cukup kreatif membuat taman kota yang menyenangkan untuk masyarakatnya. Seperti toilet dimana bangunannya berbentuk strawbery dan ruang informasi berbentuk apel. Selain itu pun terdapat kincir angin yang cukup panjang antriannya dengan tiket masuk sangat minim maka tak heran alun-alun tersebut cukup ramai kala itu.
Perjalanan berikutnya adalah ke kebun apel. Sahabat pasti tahu kan bahwa kota Malang ini sangat terkenal dengan budidaya apelnya. Udara serta tanahnya sangat layak untuk tanaman apel bisa tumbuh secara baik dan tak bisa dipungkiri lagi hampir disetiap sudut rumah selalu mempunyai satu tanaman apel di pekarangannya.
Terhampar luas banyak sekali kebun apel dan kami berkunjung di salah satu tempat di kaki gunung Arjuna. Oh, Tuhan..menatap gagahnya gunung Arjuna dari kejauhan sudah sangat takjub, pemandangan alam yang serba hijau sungguh memanjakan mata.
Disana kami bisa memetik dan memakan apel gratis, sebelumnya guide telah menjelaskan cara memetik dan menikmati apel secara benar langsung dari pohonnya. Bahkan kita bisa membeli buah-buah itu setelah ditimbang sebagai buah tangan khas malang.
Langit senja telah menyelimuti, perjalanan kami lanjutkan ke pusat oleh-oleh dimana tempat tersebut menjual panganan khas kota Batu dan Malang. Tak terlalu banyak menghabiskan waktu karena langit telah berselimut malam akhirnya perjalanan kami kala itu harus berakhir untuk kemudian menuju penginapan yang terletak di Desa Kunci. Mengistirahatkan diri untuk eksplore Bromo dan mengejar sunrise dini hari nanti. Sebelum terlelap panitia pun telah menyiapkan api unggun untuk kudapan sebelum terlelap yakni jagung bakar.
4 komentar:
kereen , jadi pingin kesana
nice post
Bangeet Gan..Indonesia itu masih banyak "surga tersembunyi"
Segera berkunjung ga akan nyesel deh ^_~
kangen banget sama kota Batu, pengen k jatim park pokoknya
Duuhhh...Malang itu memang bikin kangen y
Posting Komentar