Kala
itu mentari pagi hangat menyinari, suasana yang cerah menambah keceriaan bagi
umat muslim dalam menyambut kemenangan selepas sebulan penuh berpuasa di bulan
Ramadhan. Gema takbir telah menggema sejak sore sebelumnya, mengungkan
kebesaran nama ilahi. Seluruh masyarakat muslilm berbondong-bondong menuju
masjid terdekat untuk menunaikan shalat iedul fitri, tak terkecuali saya dan
keluarga. Masjid lebih ramai dari biasanya, hal yang lumrah terjadi. Dua rakaat
pun ditunaikan, dilanjutkan khutbah dari khatib yang bertugas kala itu mengenai
makna idul fitri.
Usai
menunaikan shalat ied, kami sekeluarga saling bermaafan. Di sinilah kesyahduan
di rasakan ketika permintaan maaf terhantur kepada orang tua dan mendapatkan
pelukan hangat di kemudiannya. Selepas itu open house kepada para tetangga dan
saudara yang datang silih berganti, saling bersilaturahim bermaaf-maafan. Ada
yang pernah menyatakan ketika tangan saling berjabat dengan hati yang tulus
maka lunturlah segala kesalahan.Lalu kemudian giliran kami sekeluarga
bergantian berkeliling menyusuri rumah tetangga dan saudara di sekitar yang
kiranya di tua kan.
Ada
senyum dan tawa melengkapi perayaan idul fitri, moment dimana biasanya keluarga
besar saling berkumpul. Meski mungkin ada saat dimana tangis menjadi pecah
ketika semakin menyadari bahwa sudah ada beberapa diantara keluarga yang telah
tiada, namun keharuan yang singgah tidak menjadikan idul fitri penuh duka.
Jumlah keluargapun semakin bertambah karena hadirnya anak-anak dari sepupu yang
telah berkeluarga semakin melengkapi keceriaan dan riuhnya kebersamaan. Tentu
saja yang paling tidak ketinggalan di moment idul fitri itu adalah saat
anak-anak kecil mengantri meminta ampau seakan sudah menjadi tradisi serta kebiasaan
yang telah lama ada dan menjadi ciri khas.
Senyum Keceriaan idul fitri bersama keluarga |
Menikmati
ibu kota yang lebih senyap dari biasanya, berkeliling ke rumah-rumah saudara
lain yang memilih untuk menetap ke pinggiran Jakarta. Bahkan ada seorang teman
yang mengatakan lebaran di kampung jauh lebih ramai di banding moment idul
fitri di ibu kota. Di Jakarta perayaan idul fitri mungkin tak semeriah di
beberapa pelosok daerah tanah air yang khas akan tradisi, namun bukan berarti
perayaan idul fitri menjadi kehilangan makna. Hari kemenangan tidak menjadikan
perbuatan baik yang telah di tanam dan dilatih selama ramadhan harus usai,
justru menjadi awal menempa diri menjadi insan yang lebih baik serta bertakwa.
Senyum
idul fitri itu, bukan masa saat berhura-hura atau meriuh ramaikan dengan bunyi
petasan yang memekakan telinga. Masa dimana seharusnya saling menginstropeksi
diri untuk perbaikan ke arah yang lebih baik. Sebagaimana slogan yang
sering di gaungkan kembali suci di hari yang fitri.
Ramadhan
mungkin telah berlalu, Idul fitri sudah lebih sepekan terlewati namun suasana
masih terasa hingga kini. Semua masih saling bermaafan di kala idul fitri tak
ada perjumpaan. Semoga saja hikmah idul fitri itu sendiri tak pernah lekang,
dengan saling tetap menjalin silatuhim, meruntuhkan segala dendam hingga senyum
antar sesama tak akan pernah pudar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar