Laman

Kamis, 18 September 2014

Review film " Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Extended "

Film yang awalnya booming sekitar akhir tahun lalu dan saya belum sempat menontonnya, dikesempatan kedua ini saya tak menyiakan untuk bisa menyaksikan kisah kasih klasik antara dua insan manusia yang diadaptasi dari buku kenamaan Buya Hamka. Bertajuk "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk Extended" yang konon kabarnya memiliki durasi lebih panjang dari yang sebelumnya. Walaupun inti dari film itu tetap saja sama dari yang sebelumnya.

Mungkin sangat telat untuk menulisnya sekarang karena sudah banyak yang mereview, tapi karena berhubung saya sendiri baru menonton filmnya maka baru saya tuliskan. Tidak usah berpanjang lebar, berikut review filmnya menurut saya
siethie.blogspot.com
Monolog awal film diawali dari dialog antara Zainnuddin (Herjunot Ali) dan sang ibu sebagai orang Makassar. Zainnuddin izin pamit pada ibunya untuk merantau dengan tujuan belajar ilmu agama secara lebih mendalam ke daerah asli ayahnya di Minang. Singkat cerita Zainnuddin sampai di kota kelahiran sang Ayah, Batipuh. Ketika tengah menyusuri wilayah ditemani salah seorang sanak saudaranya, Zainnuddin bertemu dengan seorang gadis cantik yang menawan hatinya, Hayati (Pevita Pearce).

Kisah cinta mereka dimulai, kala dimana Zainnuddin terasingkan oleh penduduk asli disana. Hatinya pedih dimana seakan tak ada tempat baginya, ketika di Makassar ia selalu dianggap orang Minang dan di Minang sendiri ia dianggap orang Makassar. Saat semua menjaga jarak padanya, hanya Hayati lah yang menerimanya dengan tangan terbuka hingga timbullah benih-benih cinta yang terus merekah di antara mereka. Akan tetapi, kisah asmara dua sejoli itu harus terhalang oleh peraturan adat. Dua hati yang saling mencinta harus berpisah. Zainnuddin terusir dari Batipuh, ia akhirnya pergi ke Padang Panjang. 

Menjelang perpisahan, di tepi danau tempat Zainnuddin menuliskan pedih hatinya lewat syair-syair yang indah. Hayati mengikrarkan janji untuk tetap setia menunggu kekasih hatinya untuk selalu mencintainya. Namun garis hidup berkata lain, Hayati harus menuruti perintah tetua adatnya untuk menikah dengan seorang pemuda bangsawan Minang yang hidup penuh dengan modernisasi bernama Aziz (Reza Rahardian). Pernikahan yang terjadi hanya karena kekayaan dan kecantikan menurut Zainnuddin lewat suratnya, telah melukai perasaan Hayati karena ia pun harus menahan sakit hatinya untuk bersanding hidup dengan orang yang tidak di cintainya. Dengan sangat terpaksa Hayati harus berbohong dan meminta Zainnuddin untuk melupakan kisah antara mereka berdua.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVrZiLOiWnZg6El0sipWVy1tPInlqKac_V0q3r4SGlMHW9bY-beq-T3mFL5K-m-VE0Mk-gCVw8krxMo4ry35qhe6q6Ds__9xMDte-i_mUh9PMH-sFyvXf8du7Ku5ZLLXNCbx8jtinwABQv/s1600/film+tenggelamanya+kapal+van+der+wijck+movie+www.infosinema.com+still+adegan.jpg
Hancur redam perasaan Zainnuddin kala itu, bahkan hingga kehilangan semangat hidup. 2 bulan ia hanya terbaring di tempat tidur meratapi luka hatinya, dikala menerima kenyataan sang kekasih hati telah dimiliki orang lain.

Kehidupan Hayati pasca pernikahan pun tidak bahagia, ia selalu merasa kesepian karena laki-laki yang telah resmi menjadi suaminya jarang pulang hanya untuk sekedar menemaninya. Meskipun diawalnya ia di limpahi kemewahan dan perhiasan hingga merubahnya menjadi wanita dengan penampilan lebih modern. Sebagai seorang gadis lugu, Hayati hanya mencoba untuk menjadi istri yang baik sebagaimana seharusnya seorang istri yang patuh pada suaminya. Namun, kebiasaan lama Aziz yang gemar berjudi, main peremuan dan foya-foya semakin menggiring kehidupan rumah tangga mereka pada kehancuran. Lambat laun mereka pun jatuh miskin.

Di sisi lain, Zainnuddin mendapat suntikan semangat dari sahabatnya, Bang Muluk (Rendy Nidji) untuk bangkit dari keterpurukan dan luka hati. Karena di saat seperti itulah seseorang lebih bisa menuangkan rasa hatinya lewat syair-syair indah. Berangkatlah mereka menuju tanah Jawa, Batavia mengadu nasib. Tak dinyana karya-karya indah Zainnuddin mendapat sambutan postif dari khalayak. Semua tersentuh terhadap kisahnya hingga akhirnya artikel bersambung itu diterbitkan menjadi buku yang mahsyur dan terkenal serta menyentuh hati banyak orang.

Ketenaran karyanya telah membawa Zainnuddin ke tempat tertinggi, hingga ia mendapat kepercayaan memimpin sebuah penerbitan di kota Surabaya. Segala kemegahan dan kekayaan ia dapatkan lewat luka,kepedihan dan kerja keras. Bukan harta warisan yang ditinggalkan orang tuanya di Makassar. Takdir hidup tersebut akhirnya mempertemukan kembali Hayati dan Zainnuddin di sebuah perayaan mewah "klub anak sumatera" di kota Surabaya, dimana saat itu diadakan di rumah megah Zainnuddin.
 http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2013/12/13878623331221249334.jpg
Biduk rumah tangga Aziz dan Hayati semakin terpuruk sampai-sampai mereka menumpang hidup dan tinggal di kediaman Zainnuddin. Kerap kali Zainnuddin harus menahan perasaannya dikala berada dekat dengan Hayati, karena sesungguhnya ia masih menyimpan perasaan mendalam pada gadis Minang tersebut. Karena rasa malu, Aziz izin pamit untuk merantau mencari penghasilan ke kota lain, dan menitipkan Hayati yang saat itu masih berstatus istrinya kepada Zainnuddin. Namun beberapa lama kepergiannya, justru kabar na'as yang datang kembali. Yakni Aziz bunuh diri dan melepaskan kembali Hayati untuk menjalin cinta yang pernah hilang terhadap Zainnuddin.

Di suatu malam, Hayati meminta kembali hatinya, kekasihnya yang pernah di lepaskannya dahulu. Hal itu ia lakukan karena sudah mengetahui bahwa Zainnuddin tak pernah berhenti mencintainya begitupun dirinya. Namun, yang terjadi, Zainnuddin menolak untuk merengkuh kembali cinta tulusnya yang pernah di siakan. Kekecewaan yang teramat sangat membuat Ia kukuh untuk mengembalikan Hayati ke Minang, ke keluarga adatnya.

Hancur lebur hati Hayati menapaki tangga-tangga kapal besar Van Der Wijck, sebelum keberangkatannya ia menitipkan surat kepada Bang Muluk yang mengantarnya kala itu untuk di serahkan kepada Zainnuddin. Surat itu berisi ngkapan perasaannya selama ini, bahwa semua rasa masih ada dan terjaga untuk zainnuddin seorang. ia hanya harus mengikuti semua alur untuk membahagiakan semua orang-orang yang ada disekitarnya saat itu dan mematuhi peraturan adat setempat.Hayati hanya terpaksa melukai hati Zainnuddin apa yang terjadi sesungguhnya, tidak seperti apa yang di pikirkan Zainnuddin selama ini.

Berlayarlah kapal megah itu hingga ke tengah lautan, namun kemudian kapal besar itu tenggelam. Semua penumpang berusaha menyelamatkan diri, tak terkecuali Hayati. Hanya selembar foto Zainndduin yang di genggamnya, ikut tenggelam bersama raganya.

Zainnuddin tergugah untuk kembali menjemput kekasih hatinya, dikala usai membaca surat dari Hayati. Namun, kabar duka yang didapatnya harus mengantarkannya pada raga wanita yang dicintainya yang sedang sekarat. Penyesalan dan duka yang bertubi-tubi silih berganti mewarnai perjalanan hidup seorang Zainnuddin. Ia tuangkan segala keresahan itu melalui sebuah karya, raga Hayati sudah tak lagi disisinya namun cintanya telah terakar tetap tersimpan abadi dan terukir indah melalui sebuah buku yang dirampungkannya. Disisi lain Zainnuddin menyisakan suatu sudut rumahnya untuk dijadikan panti asuhan atas nama Hayati untuk mengenang kekasih hatinya yang telah pergi.

* * * * *
Secara garis besar, film ini layak di tonton. Kisah cinta klasik yang murni dan tulus menjaga kehormatan sebagai adat manusia timur ( tapi jujur saya kurang berkenan dengan adegan terakhir dikala Zainnudin mencium bibir Hayati di kala menutup mata untuk selamanya ). namun ending cerita terasa hambar, kurang "greget" untuk sekelas film dengan karya sastra terbaik harusnya berakhir sad ending yang meluluh lantahkan perasaan tapi jadi serasa datar. Terang saja ending di film dengan di novel sangat berbeda, karena di novel di kisahkan selepas kepergian Hayati, psikologi Zainnuddin semakin terguncang hingga akhirnya ia jatuh sakit dan kemudian meninggal. Ya..kisah romansa cinta yang berakhir duka.

Akting para pemainnya cukup apik, meskipun (Herjunot Ali) terasa masih kaku saat harus berdialog dengan logat Minang, terkesan "maksa". Yang paling saya suka adalah syair dan beberapa dialognya yang puitis. Ada beberapa dialog yang saya suka dan bisa menjadi quote bijak, seperti :
"Jangan kau patahkan hati seseorang yang berlindung kepadamu, jika kamu telah memberinya tempat berlindung"
"Cinta bukanlah tentang kecantikan/ ketampanan dan harta, tapi adalah Cinta setia juga Suci"
"Janganlah kesedihan menjadi awal dari kejatuhan. Namun bila kejatuhan itu datang juga, maka yang harus kita lakukan adalah bangkit dan bangkit lagi"
"Jangan jadikan luka hati menjadi kesakitan. Tunjukan pada wanita yang menyakitimu bahwa kamu dapat bangkit dan berdiri untuk menuju puncak keberhasilan, setelahnya ia hanya akan melihat menengadah ke arahmu"
Film ini pun didukung oleh soundtract dari Nidji "Sumpah dan Cinta Matiku" yang menyayat dan sangat sinkron dengan adegan-adegan dalam film tersebut. Berikut penggalan lirik dari lagu tersebut :

Selama nafasku berhempus 
Hanya kamu di dengarku 
Selama mataku memandang
 Hanya kamu cinta matiku
 
Dengarlah dirinya rintihan hatiku 
Yang terbalut dengan doaku
 Inilah sumpahku dengarlah dunia
 
Sumpah mati sumpah (sumpah) 
Sumpah mati (sumpah mati) 
Sumpah mati aku hanya untukmu
 
Dengarlah dirinya rintihan hatiku 
 Yang terbalut dengan doaku
 Inilah sumpahku dengarlah dunia
 
Cinta kan selalu abadi 
Walau takdir tak pasti 
Kau selalu di hati cinta matiku 
Seraya aku berdoa merayakan cinta 
Kau selalu ku jaga

2 komentar:

  1. Postingnya bagus... Tapi kalau bisa jangan terlalu rinci... Sehingga bisa bikin orang yang belum nonton malah jadi males nonton...
    Satu lagi... Kalau bisa untuk quote dan lagu, font warnanya dinormalin aja... Jadi susah bacanya kalo begitu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks banget sob. Masukan yg cukup membangun next time..akan diberlakukan utk posting review berikutnya :)

      Hapus