Menjelang hari sumpah pemuda, saat itu ada tanggal merah di hari sabtu tahun baru hijriah.Tak ingin menyiakan, segera mengatur rencana jauh-jauh hari dan fix saya, adik saya dan teman-temannya yang turut bergabung untuk pendakian massal gunung ciremai via jalur linggarjati, merupakan jalur paling panjang dan terjal dengan kemiringan hampir 70°. Jalur ini sangat sulit ditemukan sumber air selain di pos awal, untuk itu minimal perorang dianjurkan untuk membawa persiapan 5 liter. Selain itu jalur ini cukup dikenal angker dan mistis tapi tidak mengurangi minat pendaki, justru jalur linggarjati sering menjadi favorite bagi pendaki.
Sebenarnya keberangkatan tim sudah dari hari jum'at berhubung diantara kami masih memiliki kesibukan akhirnya kami memutuskan untuk menyusul dan berangkat di jumat malamnya. Berangkat dari terminal kampung rambutan, menggunakan transport bus menuju kuningan dengan biaya trasnport Rp 60.000. Ah, sumpah bus itu sangat-sangat tidak bersahabat terlebih saya yang memang sangat tidak kuat dengan udara panas dan pengap. Pasalnya bus Luragung itu tidak ber-AC, dan kenek yang dengan seenaknya memaksa menambah terus penumpang padahal didalam sudah sangat sumpek. Belum lagi ngetem yang lamaaaaa banget sedangkan bus sudah full.
Tiket Berangkat & Tiket Pulang Bus Luragung |
Hampir 10 jam perjalanan, kami tiba pagi jam setengah sembilan karena bus baru melaju menjelang tengah malam. Turun di pertigaan linggarjati kami sambung dengan angkot kuning dimana biaya orang di kenakan Rp 10.000. Angkot mengantar hingga pos pendaftaran.
Setibanya di pos pendaftaran kami mengisi perut dulu, dan bersih-bersih. Sekitar jam setengah 11 an kami mulai summit, awal perjalanan tidak terlalu sulit hanya jalan agak menanjak tapi lumayan membuat kaki keok dan pegal pinggang. Padahal udara tidak terlalu panas saat itu tetapi adik saya menyarankan untuk saya tidak terlalu memaksakan diri lantaran wajah saya yang memerah. Khawatir terlalu kelelahan.
Setelah berjalan sekitar 30-40 menit kami tiba di pos Cibunar, disana panitia dari acara pendakian massal mendata ulang, memberikan pinjaman tenda juga karena kami memang tidak ada tenda. Sejenak beristirahat dan mengisi persediaan air ya, petualangan sesungguhnya dimulai.
Melewati ladang dan hutan pinus, kami melewati Leuweung Datar, trek sebagian besar berupa tanah gambut dan jalur yang cukup sempit. Setelah itu kami melewati pos Condong amis di ketinggian 1350 mdpl, di tempat in terdapat pos yang bisa di gunakan untuk berteduh dan beristirahat.
Jarak dari pos yang satu ke pos yang lainnya cukup jauh, kami sempat beristirahat dan makan siang untuk menambah energi. Karena stamina yang kurang mumpuni saya lebih memilih untuk berjalan santai dan tidak terlalu memaksakan diri, sedangkan adik saya dan temannya melaju lebih dahulu membawa tenda berharap bisa mendapat lokasi yang tepat untuk istirahat kami.
Setelah melewati pos kuburan kuda yang konon pos paling misterius di linggarjati. Saya sendiri memang merasakan suasana yang berbeda di situ, anehnya saat di tempat itu suasana terasa lebih hening, kerap kali suka ada badai kecil dan gerimis yang php-in khawatir hujan akan turun.
Dari pos kuburan kuda trek semakin menanjak, dan sesekali harus bepegang pada akar yang kuat, menunduk, melompati, batang pohon yang tumbang. semakin ekstrim. Meski kepayahan akhirnya saya bertemu kembali dengan adik saya yang sudah menunggu di pos pengalap saat maghrib.
Banyak yang mendirikan tenda di situ, kami pun beristirahat cukup untuk memugarkan kembali stamina. Niat awal kami sebelumnya adalah ngecamp di pengasinan, jika sampai jam 10 malam lokasi tidak memungkinkan Kamipun memutuskan untuk ngecamp di pos Bapak Tere. Dalam gelap bermodalkan sinar senter yang sangat minim berjalan penuh kehati-hatian karena susana sudah sangat gelap saat itu.
Akhirnya kami tiba, di pos tanjakan seruni. mungkin sekitar jam 8 an saat itu. Bertanya sama beberapa pendaki yang sudah mendirikan tenda untuk pos ke atas area sudah cukup penuh. Setelah berembuk kamipun memutuskan untuk mendirikan tenda disitu dan setelah selesai segera beristirahat.
Tengah malam menjelang subuh, semakin dingin. Saya tidak tahu persis yang benar-benar terjadi, yang saya ingat kaki terasa dingin sangat dan badan menggigil lalu adik saya sudah memeluk saya berusaha menghangatkan. Teman yang lain memberikan teh manis hangat dan mie instan setelahnya saya merasa lebih baik. Walaupun rasanya kurang stamina, akhirnya saya memutuskan untuk tidak ikut summit ke puncak. ngedrop, tak pernah saya duga sebelumnya. mungkin saya kurang asupan energi atau kelelahan atas aktifitas keseharian dan kurang beristirahat ( kecewa sudah barang tentu, rasanya jadi PR banget belum berhasil melihat keindahan alam dari ketinggian Ciremai. Meskipun pada dasarnya bukan puncak lah yang menjadi TUJUAN UTAMA ).
Adik saya dan temannya berhasil menuju puncak ciremai meski dengan kepayahan menurut penuturannya. Mulai summit jam setengah 6 pagi dan baru kembali turun lagi sekitar jam 4 sore lewat. Saya yang menunggunya sudah diliputi rasa gelisah, sedangkan tetangga camp yang summit bersama mereka sudah turun sejak siang. ternyata dari tanjakan seruni tempat camp kami saja menuju pos Bapak Tere jauhnya bukan kepalang. Tak dibayangkan jika semalam kami sampai memaksakan diri.
Pemandangan puncak Ciremai |
Terus menelusuri pekatnya malam, meski sempat khawatir salah jalan. Alhamdulillah kami sampai juga di pos awal Cibunar tengah malam sekitar jam setengah 12 malam. Menyeruput minuman hangat di warung lalu bersih-bersih dan dilanjutkan shalat. mengembalikan tenda yang kami pinjam ke panitia, lalu kami di berikan sebuah marchandise.
Malam semakin larut, rasa-rasanya tidak mungkin bagi kami menelusuri jalan yang tidak pendek. Di sana rupanya sudah ada ojek motor yang memang banyak digunakan pendaki untuk turun menuju pos pendaftaran. Setelah bernegoisasi dengan biaya Rp 25.000 per orang kami diantar hingga pertingaan jalan linggarjati.
Menunggu beberapa saat, kami segera menaiki bus menuju Jakarta yang turun di terminal Pulo Gadung. Biaya transport Rp 70.000 lebih mahal sedikit dari keberangkatan tapi tidak ada perbedaan dari fasilitasnya.
Marchendise |
Saya, Adik Saya (Yuni) dan temennya (Mujay) |
mengutip seorang mountaineer Amerika, Ed Viesturs, ia mengatakan “It’s a round trip. Getting to the summit is optional, getting down is mandatory" (maksudnya kurang lebih adalah Puncak bukanlah tujuan utama mendaki gunung, tapi kembali dengan selamat itu jauh lebih penting).
Hakikat pada dasarnya berpetualang di alam adalah bertafakur , "Di alam luas dan bebas aku melihat Tuhan dengan segala cipta keindahannya yang luasr biasa, aku mendengar Tuhan lewat hembusan angin yang menyejukan, Aku merasakan kehadiran Tuhan melalui kalbu hati yang bersyukur dan memuji kebesaran kuasa-NYA"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar