Libur panjang tahun lalu banyak sekali dimanfaatkan banyak orang terutama pekerja utk merefrehkan pikiran dari kejenuhan melalui aktifitas sehari-hari. Travelling salah satu yang menjadi pilihan dan kini seakan sudah menjadi kebutuhan sekunder.
Sedikit berbagi cerita seputar perjalanan yang saya lakukan bersama beberapa orang kawan, berhubung keberangkatan saya ke kota Malang terpaksa harus batal akhirnya saya pun menyetujui sebuah perjalanan ajakan seorang teman ke kawasan Bogor, Gunung Munara tepatnya.
Titik ketemuan saya dengan teman dari rombongan bekasi adalah stasiun Tanah Abang, kami menggunakan commuter line dan turun di stasiun Cisauk. Disana kami menyewa sebuah angkot untuk mengantar kami ke daerah Rumpin kawasan situs Munara berada.
Saat itu kami berangkat sore hari, karena si abang angkot kurang memahami medan jalan kami sempat nyasar tapi syukurnya kami sudah tiba di perkampungan sebelum malam terlalu larut. Perjalanan menuju Rumping ini di mayoritasi oleh truk-truk besar pengangkut pasir dan batu sehingga jalanan semakin berdebu juga banyak diantaranya yang rusak.
Kondisi jalan yang licin selepas hujan, sempat membuat kami was-was awalnya terlebih genangan sudah mewadahi akses jalan menuju situs Munara tapi tetap tidak menyusutkan niat kami sebelumnya "traveller pantang menyerah". Bermodalkan headlamp dan ekstra ke hati-hatian kami menyelurusi jalan dan sesekali menanjak. Kondisi tanah yang licin membuat kami cukup kepayahan, beruntung di setiap pos ada warung yang menjual makanan dan minuman, juga sebagai tempat kami melepas lelah.
Tidak bisa meremehkannya juga, walau tak setinggi Lawu apalagi semeru . tetap saja ada kalanya tracking bisa terhitung cukup menantang terlebih jalanan selepas hujan yang licin dan gelap.
Kami mendirikan tenda di puncak munara, sempat memasak-masak sebentar sembari melepas lelah. Setelahnya kami pun beristirahat walau ada diantaranya yang terjaga, mungkin ingin melihat keindahan kota dari ketinggian dimalam hari. Kerlap kerlip sinar lampu membiaskan warna yang cukup indah.
Menjelang fajar menyingsing, kami terbangun menunggu terbitnya matahari. Subhanallah ternyata pemandangannya tidak terlalu mengecewakan ketika melihat mega langit saat sang Surya menyapa dunia sungguh indah. Maha besar Allah atas segala kuasanya. Dari puncak ini pun terlihat gagahnya gunung Gede Pangrango.
Di Munara terkenal tiga puncak yang ditandai oleh batu-batu alam yang terdapat di sana. Informasi ini pun kami dapatkan dari salah seorang ibu penjaga warung di entah pos ke berapa ketika kami beristirahat.
Puncak pertama :
batu belah, jika ingin menuju batu ini harus berusaha memanjat bebatuan untuk dapat mencapai puncak batu belah, namun tidak terlalu sulit untuk mencapai kesananya, pemandangan dari batu belah sangat indah dimana terihat persawahan yang membentang luas dilihat dari tempat itu.
batu belah, jika ingin menuju batu ini harus berusaha memanjat bebatuan untuk dapat mencapai puncak batu belah, namun tidak terlalu sulit untuk mencapai kesananya, pemandangan dari batu belah sangat indah dimana terihat persawahan yang membentang luas dilihat dari tempat itu.
konon cerita kenapa bisa disebut batu belah, legendanya adalah ketika kabayan yang berubah menjadi raksasa berusaha menolong anaknya yang terjepit pada batu itu, lalu ia membelah batu itu untuk mengeluarkan anaknya yang terjepit. maka hingga sekarang disebutlah batu belah.
Di
sekitar batu belah terdapat warung yang menyediakan makanan dan
minuman, tidak jauh dari situ terdapat mushola yang sudah sangat lama
dan tidak terurus lagi. disitu juga terdapat batu Quran yang dimana
konon salah satu sunan pernah membaca kitab al-Quran disitu, tidak hanya
itu dulu presiden soekarno juga pernah singgah kesitu, dan duduk
disalah satu kursi yang disebut kursi soekarno. di tempat itu pula
tersedia tempat untuk mencari wangsit dimana orang yang datang mencari
wangsit dan tinggal disitu selama seminggu.
Puncak kedua:
setelah melewati puncak pertama yaitu batu belah kemudian akan sampai pada puncak kedua yaitu batu azhan, dimana batu itu menjulang tinggi keatas.
Puncak kedua:
setelah melewati puncak pertama yaitu batu belah kemudian akan sampai pada puncak kedua yaitu batu azhan, dimana batu itu menjulang tinggi keatas.
kisah cerita, apabila seseorang yang hendak mencapai puncak itu dengan cara memanjat (climbing) tanpa menggunakan alat bantu, dan setelah berdiri pada puncaknya, maka pada waktu kapanpun untuk mengumandangkan azhan untuk memohon kepada Allah SWT, konon doa yang dipanjatkan dapat terkabul, namun semua itu kembali kepada kepercayaan masing-masing.
Puncak ketiga:
setelah melewati puncak kedua akan sampai pada puncak tertinggi di bukit munara,
yaitu batu bintang, dinamakan batu bintang karena letak batu itu terletak paling atas di bukit munara dan orang-orang menyebutnya seperti itu. pemandangan dari puncak ini lebih indah dari batu belah, apabila cuaca cerah maka akan terasa semakin puas setelah mencapai puncak bukit munara.
Syukur Alhamdulillah selama kami nge-camp cuaca cukup mendukung dan cerah. Tidak lagi hujan turun sehingga kami cukup terbantu saat turun meskipun jalanan masih cukup licin.
Dan saat turunlah bisa kami lihat keadaan alam sekitarnya secara lebih jelas karena sudah siang hari. Kami melewati sebuah akar menggantung yang cukup besar lalu hutan-hutan bambu dan setelah melewati jembatan yang mengalir sungai kecil di bawahnya kami tiba kembali ke kawasan rumah penduduk.
Sebuah perjalanan yang tidak terlalu panjang memang, tapi telah mengukir kisah dan cerita menjadi memori kebersamaan.
Wah, asik! Pengen ah ajakin anak-anak ke sana :)
BalasHapusSungguh Asyik ma'.
HapusJalurnya cukup bersahabat untuk bisa dilewati anak-anak :)