“Tadi ada yang telepon” ucapku memberi tahu
Yoga segera mengecek ponselnya lalu
kemudian izin diri kepada Ummi dan aku untuk kembali menghubungi si penelepon.
Entah kenapa, hatiku risau, dengan
sedikit berbohong aku izin ke toilet walau sebenarnya secara diam-diam aku
mengikuti langkah Yoga.
Mendengar pembicaraannya, aku yakin
‘Bunga Lotus’ di kontak Yoga itu bukan teman biasa atau sekedar rekan kerjanya.
Yoga telah menyembunyikan sesuatu, semakin diliputi kegelisahan aku kembali ke
meja dimana Ummi masih menunggu berselang tak lama kemudian Yoga pun kembali.
“Syakira kamu kenapa nak ? sakit ?”
tanya Ummi
“Syakira hanya merasa kelelahan
Ummi, selepas ini kita segera pulang saja ya” pintaku
“Apa kamu mau di belikan obat?”
tanya Yoga dengan perhatiaannya
Aku berusaha mengukir senyum diwajah
“tidak usah, aku hanya kurang istirahat saja”
Seharian ini aku dan tunanganku
Yoga, ditemani Ummi sibuk mempersiapkan resepsi pernikahan yang akan
dilangsungkan dua bulan lagi. Setelah fitting
kebaya untuk akad nikah dilanjut kemudian mencari souvenir yang sekiranya layak
untuk para undangan yang hadir. Sibuknya hari ini menjadikan alasan bagiku
untuk menyembunyikan kegamangan yang mendera setelah aku mendengar percakapan
Yoga dengan seseorang di ponselnya.
Setibanya di rumah, aku segera
menuju ke kamar tanpa menunggu Yoga melajukan mobilnya pergi.
“Maafkan Syakira Nak” ungkap Ummi
kepada Yoga melihat pola sikapku yang tiba-tiba menjadi acuh pada Yoga
“Tidak apa Ummi, mungkin Syakira
hanya merasa kelelahan” Yoga menjawab dengan pengertiannya
Di dalam kamar, aku semakin diliputi
rasa penasaran mengenai seseorang bernama ‘Bunga Lotus’ itu. Firasatku
menyatakan ada sesuatu yang terjadi antara Yoga dengannya. Aku bertekad akan
mencari tahu secara diam-diam. Sebentar lagi aku dan Yoga akan mengikrarkan
janji suci dalam mahligai sebuah pernikahan dan aku hanya tak ingin ada hal
tersembunyi yang nantinya akan membuat retak hubungan kami.
Mulai dari media sosial hingga
melihat aktifitas keseharian Yoga, sedikit demi sedikit aku mendapatkan
informasi lebih jauh mengenai seseorang bernama ‘Bunga Lotus’ di kontak ponsel
Yoga.
“sejauh apa sebenranya hubungan kamu
dan Yoga ?” aku mengintrogasi sosok wanita cantik berambut panjang
bergelombang, berkulit putih bersih dan bermata bulat, ia serupa boneka
porselin berjalan. Laki-laki normal pasti akan langsung jatuh hati saat pertama
memandangnya.
Aku memintanya untuk bertemu di
sebuah kedai kopi, walau awalnya ia sempat menolak namun akhirnya aku berhasil
meyakinkannya untuk bicara tatap muka tanpa sepengetahuan Yoga.
“bahkan kami sendiri tak tahu
bagaimana mendeskripsikan hubungan itu” jawabnya dengan senyuman yang entah
sulit ku mengartikan.
“Apa kah kamu tahu bahwa ia akan
menikah?”
“iya..aku tahu”
“lalu mengapa kamu masih melanjutkan
hubungan itu. Apa kamu sadar akan ada hati yang tersakiti dengan hubungan yang
kalian jalani. Kamu seorang perempuan dan aku berharap kamu mengerti” ucapku
dengan mata berbinar terungkap segala kegamangan yang terakhir kurasakan.
Diam. Jeda beberapa saat tanpa pembicaraan
aku dengannya. Sampai kemudian ia membuka suara.
“Apa kamu yakin bahwa Yoga mencintaimu
?” pertanyaan yang cukup menohok
“tentu saja. Jika tidak, mana
mungkin ia meminangku untuk menjadi istrinya” jawabku tegas
“Asal kamu tahu saja, Yoga dan aku
adalah sepasang kekasih sejak masa sekolah. Kami menjalani hubungan diatas
perbedaan dan pertentangan berbagai pihak sampai akhirnya hubungan kami
terpaksa kandas. Tetapi setengah tahun lalu kami berjumpa kembali di Vietnam,
negeri yang memiliki symbol bunga lotus dan aku sangat terpikat pada bunga itu
yang banyak tumbuh di beberapa wilayah Vietnam hingga akhirnya Yoga menjuluki
aku ‘bunga lotus. Kebersamaan yang kami lewati semaki n menegaskan ternyata
kami masih memiliki perasaan yang sama. Kami pun bermalam di hotel dalam satu
kamar, aku rasa tidak perlu terlalu naïf hal apa yang dilakukan dua orang
dewasa jika berada dalam satu kamar kan ?” Ia tersenyum sinis
Sakit dan retak hati saat mendengar
pernyataan wanita di hadapanku itu. Aku berusaha untuk tetap tegar tak boleh
ada setitik air matapun yang jatuh, bisa saja dia mengarang cerita.
“Kamu pasti berbohong !!!”
“terserah kamu mau percaya atau
tidak. Aku sudah memberitahukan kebenaran padamu”
Aku segera mengakhiri pertemuan itu
dan bergegas pergi dari hadapannya. Tak mampu ku bendung lagi air mata pun
berjatuhan. Setibanya di rumah aku berhambur ke pelukan Ummi menangis
sejadi-jadinya, kuceritakan semua yang merisaukan hidupku terakhir belakangan
ini. Ummi menyerahkan segala keputusan padaku.
Beberapa hari setelahnya aku menemui
Yoga, sudah tiba pada keputusan akhir perenunganku selama ini.
“Maaf. Aku tak bisa melanjutkan
hubungan ini lebih jauh, terpaksa pernikahan itu harus dibatalkan” ucapku
sambil melepaskan cincin yang tersemat di jari kiriku
Yoga nampak sangat terkejut “Kenapa
? apa aku ada salah ?’
“Aku sudah mengetahui hubunganmu
dengan wanita yang kau sebut ‘bunga lotus’, aku tak bisa menjalani hidup dengan
seseorang yang hatinya tidak pernah untukku”
“tapi..aku dan dia hanya sebuah masa
lalu, masa depanku adalah kamu dan aku sangat menyayangimu” Yoga masih belum
menerima keputusanku
“Aku sudah tahu semua hubungan
kalian selama ini bahkan apa yang kalian lakukan saat di Vietnam. Aku tahu
bahwa kalian masih saling mencintai, aku tak mau jadi pelarianmu. Kembalilah
padanya, selesaikan permasalah karena perbedaan yang mewarnai hubungan kalian”
Aku melepas Yoga dari hidupku
Selang satu tahun kemudian. Perasaan
terluka itu masih sangat kurasakan, walau sejujurnya aku sudah menyimpan hati
untuknya, kebahagiaan tak terkira saat ia miminangku hanya akan menjadi
seberkas kenangan indah. Aku memutuskan untuk hijrah ke luar kota, tinggal
bersama kakek dan nenek di Yogyakarta.
Seluruh keluarga sudah mengetahui
perihal pembatalan pernikahan itu tapi tak ada yang tahu alasan sebenarnya yang
rapat kusembunyikan.
Pagi itu, mentari bersinar hangat memberikan
sinarnya bagi kehidupan makhluk di bumi. Aku menikmati akhir pekan di pagi yang
cerah dengan membaca buku di pekarangan rumah kakek dan Nenek yang luas. Karena
serius tenggelam dalam buku bacaan aku sampai tak menyadari ada seseorang yang
memberi salam.
“Assalamualaikum..” salamnya entah
keberapa yang baru ku sadari
“Wa’alaikumsalam “ jawabku seraya
menghapiri pintu pagar
Nampak seorang pria berparas tampan
dan tinggi, sepertinya ia tersesat.
“maaf mengganggu, apa mba tahu alamat
pasti ini ?” laki-laki itu menyerahkan secarik kertas
Satu tahun tinggal di kota gudeg,
membuatku sedikit tahu alamat termasuk yang dituju laki-laki itu yang ternyata
tidak terlalu jauh dari rumah kakek dan Nenek. Setelah mendapatkan informasi
lak-laki itu berterima kasih dan segera berlalu.
Aku merasakan sebuah hal yang tak ku
mengerti saat tidak sengaja mata kami saling beradu serasa aku tenggelam dalam
keteduhan pandangannya. Aku coba menampik, mungkin hanya perasaan sesaat. Sejak
berpisah dari Yoga aku bahkan tak berniat untuk segera mencari penggantinya.
“Syakira mau sampai kapan mau
melajang, Nenek juga ingin lihat kamu duduk dipelaminan seperti kakak-kakakmu” Ujar
Nenek yang usiany telah memasuki angka kepala tujuh namun masih kelihatan segar
dan gruat-gurat kecantikannya masih terlihat “Cucunya Pak Suryo yang baru
pulang dari Australia itu sepertinya masih single. Dia dokter Ra..Jika kamu mau
nanti Nenek kenalkan dengan dia” lanjut nenek yang tak berhenti gencar
mencarikanku jodoh
“Tapi, Syakira belum terpikirkan ke
arah sana dulu Nek,”
“Mau sampai kapan nduk mau melajang ? usiamu itu sudah
hampir menginjak kepala tiga lho..” Nenek mengingatkanku untuk kesekian kalinya
yang terkadang jujur membuat hatiku pedih. Siapa pula yang ingin melajang
berkepanjangan, aku kan juga ingin menjalankan setengah dien sebagaimana
perintahnya, aku juga ingin memiliki anak sebelum usia menua. Tapi apa daya
jika Allah belum berkehendak hadirnya ia yang telah lama dinanti.
“nda usah terlalu ngoyo, mbo ya kalau sudah saatnya nanti akan datang sendiri. Jodoh pasti
bertamu, ya nduk” akhirnya kakek buka
suara. Aku senang kakek ada di pihak aku
“kakek ini kalau sudah soal cucu
kesayangannya, selalu aja di belain” Nenek
nampak jengkel
“Yang terpenting Syakira memantaskan
diri dahulu, Allah berfirman ‘laki-laki
yang baik hanya untuk wanita baik-baik, begitupun sebaliknya’ Jodoh itu
adalah cerminan diri kita, jika menginginkan pasangan yang baik maka berbuatlah
hal yang baik” Kakek berkata bijak, sebagai seorang tokoh agama yang cukup di
segani di wilayah tempat tinggalnya kakek sering kali dijadikan penceramah
bahkan imam masjid.
Setiap episode kehidupan yang aku
lalui, semuanya adalah rencana Allah. Hanya kepasrahan dan keyakinan agar semua
kelak berakhir dengan baik. Penantian itu bukan hal yang mudah, penuh cobaan
dan segalanya dapat terasa ringan jika mampu menerimanya dengan penuh kesabaran
dan kelapangan hati.
Suatu hari kakek mengajakku ke
perkebunan teh miliknya, sejauh mata memandang nampak hamparan luasnya pematang
daun teh hijau yang segar dan beberapa
masyrakat sibuk memetik daun teh itu dan memasukannya ke dalam keranjang.
Mereka tersenyum ramah dan bahagia menyapa kedatangan kami.
“Syakira, ini pegawai baru kakek.
Ridwan namanya, ia baru datang dari Jakarta. Anaknya pintar sekali” Kakek
mempromosikan laki-laki tegap di sampingnya. Tapi, tunggu aku yakin pernah
bertemu dengannya
“oh..kamu yang waktu itu yang tanya
alamat ya ?” aku berujar
Laki-laki bernama Ridwan itu
tertunduk, tersenyum “iya mba. Saya bahkan tidak tahu bahwa mba adalah cucu
dari Bapak Purwanto” ucapnya
“Syakira ini masih sendiri lho,
Ridwan..” kakek berucap yang sempat membuatku salah tingkah
“tak usah di hiraukan ucapan kakek”
aku tersipu malu
Semejak pertemuan saat itu,
kedekatan aku dan Ridawan semakin terjalin, terlebih kakek memberikan satu posisi dimana
aku pun turut serta mengolah perkebunannya. Tak dapat di pungkiri hubungan pun
semakin dekat lebih dari sekedar rekan kerja bahkan kami seperti sahabat yang
telah lama berkarib.
“maaf boleh aku bertanya sesuatu”
ucap Ridwan suatu ketika
“silahkan” aku menjawabnya dengan
tersenyum
“Aku pernah mendengar cerita
pernikahanmu yang batal di tengah jalan. Apa kamu tak ada niatan untuk mencoba
lembaran dengan kisah yang baru ?”
Aku sempat tercengang mendengar
pertanyaannya. Aku diam sesaat menengadahkan pandangan ke langit biru berarak
awan putih, cerah.
“Aku mungkin sempat terluka pada
kisah yang gagal tapi tidak menutup hati untuk seseorang yang akan datang sesuai
pilihan-Nya” jawabku
“Apakah saat ini kamu sudah
menemukan yang sekiranya tepat untuk membalut kisah masa lalumu ?”
“entah lha, aku hanya mencoba
menjalani hidup sebagaimana air mengalir, bukankah bila jodoh pasti akan
bertemu” ucapku
Sekembalinya ke kediaman kakek dan
nenek aku mulai merenungi kata-kata Ridwan. Apakah mungkin itu pernyataannya
yang tersirat ? aku tak berani mengambil kesimpulan, karena pada nyatanya
Ridwan sendiri tak pernah menampakan perhatian lebih dari sekedar teman.
“kakek perhatikan hubungamu dengan
Ridwan semakin dekat, bahkan seluruh penduduk dan pekerja mengira kalian adalah
kekasih. Kakek tidak ingin terjadi fitnah nantinya, jika kamu menyukainya kakek
akan meminta orang tuamu untuk datang ke sini bertemu dengannya” ucap kakek
“Tapi..bagaimana bila nyatanya
Ridwan tidak menyukaiku, Kek..? aku pun sempat khawatir
“Siapa yang bilang. Ridawan pernah
bercerita sama kakek sejak pertemuan pertama kalian di depan rumah saa itu, dia
sudah menyimpan rasa suka padamu. Setelah dia tahu bahwa kamu cucu kakek dia
tidak berani untuk mendekatimu. Dan belum lama ini ia berani mengutarakan
niatnya…sekarang kamunya bagaimana ?” kakek menjelaskan
“kakek sendiri bagaimana ?”aku
bertanya seraya tersipu malu
“lho..ko malah tanya kakek. Yang
menjalaninya kan kamu, nduk..”
Siapa yang dapat menolak pesona
Ridwan, ia rupawan, pintar, soal ketaatan agama rasanya tak perlu diragukan.
Sering kali aku memergokinya sedang tilawah Al-qur’an, menjalankan puasa sunah
bahkan shalat selalu diawal waktu. Aku yakin bahwa ia dapat menjadi sosok imam
yang biak dalam keluarga. Lepas dari shalat istikaharah yang aku tunaikan,
keputusan akhir aku sampaikan
Aku mengangguk malu “Syakira setuju
Kek untuk menerima pinangan Ridwan”. Senyum sumringah tak lepas dari wajahku,
kakek pun menyambut bahagia keputusanku.
Tak perlu menunggu waktu lama, satu
minggu kemudian Ummi dan Abi datang ke Yogyakarta menemui aku juga Kakek dan
Nenek. Mereka sudah membicarakannya lebih jauh bahkan rencananya malam ini
Ridwan beserta orang tuanya akan datang bertamu ke rumah kami untuk meminang ku
secara resmi dengan keluarga lengkap.
Kedua belah pihak keluarga saling
merestui, hubungan segera di sahkan tidak kurang dari tiga bulan lagi. Tanpa
perlu perayaan mewah, yang terpenting adalah kesakralan akad dan janji suci
pernikahan.
Cinta
adalah fitrah, tapi cinta yang berharap kepada manusia itu hanya berujung pada kecewa, namun jika cinta karena Allah
dengan satu tujuan visi dan misi menuju ridho dan surga-Nya, keluarga sakinnah
pun dapat dirasa. Memantaskan diri merupakan satu proses menyeleksi pasangan, tapi yang
lebih penting adalah memantaskan diri dihadapan Allah, karena jika pada saatnya
jodoh yang dinantikan akan tiba pada waktu dan caranya yang indah.
- TAMAT -
Setelah memendam kenangan pahit selama setahun akhirnya Ridwan muncul sebagai penyembuh jiwa. Bagus cerpennya, ringan dan menghibur :)
BalasHapusTerima kasih Mas. Ya, sebagaimana slogan kehidupan "semua akan indah pada waktunya" :)
Hapuswah bener mbak cinta yg hanya harap manusia bakal berujung kecewa dah....
BalasHapusNah..iya. Karena tak ada manusia sempurna
Hapussuka sama kalimat yang ini Mba "jika pada saatnya jodoh yang dinantikan akan tiba pada waktu dan caranya yang indah". :)
BalasHapuswah..terima kasih Mba Irawati. Semoga berkenan membaca ceritanya ^_^
Hapusduh, judulnya gimana gitu ya
BalasHapusbtw blognya udah saya folow ya, salam
Sebenarnya coba disesuaikan dg cerita. Semoga ga terkesan alay :)
HapusSudah di follback mba ^_^