Sejauh apapun melangkah, keluarga adalah tempat untuk kembali. Sering kali Saya mendengar ungkapan ini, dan Saya mengakui hal ini benar adanya. Semisal sedang melakukan perjalanan jauh beberapa hari dan jauh dari keluarga, kerap kali ada kerinduan yang menghampiri dengan mengingat mereka yang terkasih.
Bisa dikatakan keluarga adalah tempat untuk pulang dan berlindung. Tidak peduli miliaran teman yang di miliki atau jutaan rupiah yang di hasilkan setiap periodenya, makna sebuah keluarga adalah harta di atas itu semua. Kita tak bisa pungkiri bahwa salah satu kebutuhan dasar manusia adalah rasa ingin dihargai dan rasa dimiliki. Sejatinya sebuah keluarga akan memenuhi kebutuhan ini.
Peran Keluarga Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0
Era Revolusi Industri keempat sebenarnya sedang dihadapi secara global termasuk Indonesia. Transisi perubahan ini ditandai dengan perkembangan teknologi dan mengikuti arus digital. Khususnya para generasi milenial sangat gencar memanfaatkan segala sistem digital ini yang tidak hanya diperuntukan mendapatkan data dan informasi, tapi biasanya juga memiliki kemampuan mengolah dan menyerap informasi dengan lebih cepat.
Kemajuan suatu bangsa di masa mendatang sebagian besar ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) yang berkompeten. Dan para generasi milenial inilah yang memiliki andil kelak untuk merubah dan menjadi pribadi berkualitas. Kunci dari keberhasilan pembangunan manusia di era Revolusi Industri 4.0 setidaknya ada tiga komponen yang bertanggung jawab dalam pembentukan karakter bangsa yakni keluarga, masyarakat dan dunia pendidikan.
|
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Doc.Pri) |
Dalam diskusi bersama BKKBN pada 14 November 2018 bertempat di Kawasan Jakarta Timur. Diharapkan pembangunan keluarga harus memiliki format baru agar sejalan dengan era revolusi industri kekinian. BKKBN selaku lembaga negara yang melayani hajat hidup keluarga Indonesia sekaligus menciptakan regenerasi SDM berkualitas memandang perlu untuk berkontribusi menyukseskan revolusi Industri 4.0 yang membawa perubahan lingkungan strategis serta mempengaruhi peran keluarga.
Selaku Deputi Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga BKKBN, M Yani, M.Kes, PKK mengatakan, hingga sejauh ini BKKBN terus berkomitmen untuk mengembangkan kelompok-kelompok keluarga dengan melakukan pendewasaan perkawinan. Baik dari sisi kesehatan dan psikologis. Disamping itu bersama lembaga lainnya kerap berupaya memfasilitasi dan mendampingi keluarga Indonesia dalam mendidik anak untuk menghasilkan SDM berkualitas.
BKKBN sudah menyasar konseling pada remaja dan pendidikan untuk mendewasakan usia perkawinan di sekolah maupun lingkungan masyarakat. Beberapa program di antaranya Generasi Berencana dan Pusat Informasi dan Konseling yang berfungsi untuk memberikan pemahaman mengenai pernikahan dan perencanaan membangun keluarga.
Bisa dikatakan revolusi Industri 4.0 menjadi harapan sekaligus tantangan bagi keluarga di Indonesia. Oleh sebab itu dalam menyoroti hal ini, peran utama keluarga dituntut agar bisa beradaptasi dengan kemajuan teknologi yang semakin berkembang dan mempengaruhi kehidupan setiap anggota keluarganya.
Disamping itu Deputi Bidang Perlindungan Anak, Dr. Pribudiarta Nur Sitepu, MM, memaparkan mengenai Dampak Industri 4.0 dalam Pembangunan Keluarga. Informasi beredar begitu bebas, tak hanya orangtua dan orang dewasa tapi juga menerpa anak-anak. Saat ini, siapapun sudah dapat memesan makanan via gadget dengan begitu mudah. Hal ini bisa berdampak baik dan buruk bahkan menjadi tantangan tersendiri bagi keluarga khususnya orang tua. Pengaruh gadget berlebihan bisa menyebabkan kurangnya komunikasi di antara anggota keluarga.
"Permasalahan keluarga di berbagai negara kurang lebih sama yakni masalah penggunaan gadget yang berlebihan pada anak. Dampak lain adalah semakin banyaknya single families, meningkatnya angka perceraian, mundurnya umur menikah." Bapak Pribudiarta menuturkan.
|
Workshop Bersama BKKBN (Doc. Pribadi) |
Roslina Verauli, MPsi sebagai psikolog anak , remaja, dan keluarga yang turut hadir pada saat itu juga menambahkan internet yang dibarengi dengan perkembangan media sosial yang begitu pesat terus mengalami pertumbuhan. Kebiasaan baru yaitu interaktif, searching, sharing, narsis. Hal ini menjadi ancaman sekaligus tantangan di tengah keluarga. Kecenderungan lebih suka chating di dunia maya daripada di dunia nyata sekaligus menjauhkan yang dekat dan sebaliknya mendekatkan yang jauh.
"Di era teknologi ini, hampir semua keluarga melakukan komunikasi melalui gadget. Kebersamaan yang direfleksikan dengan bercakap-cakap secara langsung pun mulai menurun. Tantangan terbesar saat ini ialah semakin terbatasnya ketersediaan waktu untuk berkumpul bersama diantara keluarga. Oleh karena itu mulai saat ini Kita harus gerakan kembali kegiatan makan bersama di rumah agar seluruh anggota keluarga bisa berkumpul," Ibu Roslina mengungkapkan.
Dengan menyempatkan waktu untuk makan bersama seluruh anggota keluarga di rumah, maka dalam waktu yang sama di satu tempat akan tercipta komunikasi antara segenap keluarga satu sama lainnya pun termasuk orang tua dan anak. Banyak perkembangan psikologis justru terbangun dari komunikasi yang erat dari orang tua. Seperti emosi, empati, itu terbangun dari hubungan erat komunikasi orang tua.
Diharapkan semua elemen masyarakat lebih perduli ketika era Industri 4.0. sudah di depan mata sehingga harus bersiap menghadapi sekaligus merespons perubahan-perubahannya. Arti sebuah keluarga bagi kehidupan memang tidak tergantikan meski dengan berbagai inovasi semuktahir apapun. Sebab teknologi tak kan mampu memberikan dekapan hangat seperti yang seorang ibu berikan. Tidak bisa memberi genggaman tangan ketika kesedihan melanda. Oleh karena itu hargai setiap waktu yang masih tersisa dengan keluarga yang disayangi.